Fadli mengatakan, saat pertama kali dilantik Erick berjanji untuk memulihkan nama baik BUMN. Langkah perdananya dengan memberhentikan seluruh direksi PT Garuda Indonesia dan mendapat banyak pujian dari publik. Namun dia menganggap tidak ada yang istimewa dari tindakan memecat direksi PT Garuda Indonesia.
"Pujian itu ternyata terlalu dini diberikan. Sebab, memecat direksi yang tertangkap basah melakukan tindak pidana sebenarnya bukanlah sebuah keputusan istimewa. Ada orang terbukti melanggar hukum, lalu ditindak. Apa istimewanya?" ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/7/2020).
Fadli menegaskan, niat Erick untuk "bersih-bersih" tak nampak. Justru yang saat ini terjadi adalah hal sebaliknya, di mana banyak jabatan di BUMN ditempati oleh tokoh partai politik, TNI, Polri, jaksa, hakim, hingga anggota Badan Intelejen Negara (BIN).
Berdasarkan data dari Ombudsman RI, kata Fadli, saat ini ada 27 orang komisaris BUMN yang berasal dari TNI aktif, 13 orang dari Polri, 12 orang dari Kejaksaan, 10 orang dari BIN, dan 6 orang dari BPK.
Baca juga: Soal 'Food Estate', Gerindra Akui Tawarkan Konsep 'Ketahanan Pangan'
Dia juga menyoroti banyaknya aparat penegak hukum dijadikan komisaris di perusahaan-perusahaan migas dan tambang, seperti Pertamina, Bukit Asam, atau Aneka Tambang. Penunjukan itu, menurutnya, bisa mengacaukan sistem tata negara yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan.
"Apa relevansinya tentara, polisi, jaksa, dan hakim yang masih aktif berdinas dijadikan komisaris BUMN?" tanya Fadli.
Melihat hal tersebut, Fadli pun merasa sangsi dengan tekad Erick Thohir di awal masa jabatannya untuk melakukan "bersih-bersih" karena yang terjadi justru melanggar banyak peraturan. Dia mengingatkan bahwa BUMN dibentuk atas amanat konstitusi sebagai campur tangan negara dalam ekonomi yang terkait hajat hidup orang banyak. BUMN, kata Fadli, seharusnya memberi keuntungan dan berkontribusi pada APBN.
"Ironisnya justru banyak rugi dan berutang. Kita pun masih melihat BUMN jadi wadah penampungan tim sukses, bahkan di masa tertentu menjadi sapi perah kepentingan bisnis atau politik," pungkasnya.