Dalam kicauannya di Twitter pada 11 Februari, Gatot seperti memberi 'antivirus intoleran'. Jenderal bintang empat itu juga sempat memberi pertanyaan besar, mungkinkah rentetan peristiwa ini berdiri sendiri? Atau, malah ada pihak yang menggerakkan?
Dia menduga, tujuan dari munculnya kasus intoleran ini untuk mengadu domba antarumat. Termasuk menciptakan disharmoni dalam keberagaman kehidupan Bangsa Indonesia
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengamati kicauan Gatot itu. Menurutnya, Gatot sedang mencoba mencari keuntungan politik dari peristiwa intoleransi itu. Karenanya, kata Idil, Gatot mencoba mengomentari peristiwa itu.
"Karena beliau posisinya juga sebagai mantan panglima dan juga diisukan akan maju calon wakil presiden, saya kira ada upaya juga untuk mendapatkan keuntungan politik ya. Saya kira harus ditangkap juga seperti itu," kata Idil saat dihubungi era.id, .
Idil menganggap sikap Gatot seperti ini adalah hal wajar dan tidak masalah. Apalagi Gatot mulai genit di dunia politik lantaran namanya kerap muncul di sejumlah lembaga survei, mulai dari capres atau cawapres.
Berdasarkan survei Indo Barometer pada 23-30 Januari 2018, elektabilitas Gatot mencapai 2,7 persen; lalu berdasarkan survei PolMark pada 13-25 November 2017, elektabilitas Gatot sekitar 2 persen; dan berdasarkan survei CSIS pada 23-30 Agustus 2017, elektabilitas Gatot mencapai 4,2 persen.
"Jadi ya siapapun memang mencari upaya ya mencari citra, mencari nama apalagi di tahun menghadapi satu tahun lagi Pilpres jadi upaya itu coba terus dimunculkan," kata dia.