Bahas Bahasa
Bahas Bahasa

Bahas Bahasa

By Yudhistira Dwi Putra | 26 Feb 2018 06:53
Jakarta, era.id - Amole, sugeng enjing, wilujeng enjing, rahajeng semeng, pueng tu pagi, seulamat beungoh, selamek pagi, salamat pagi.

Hayo, siapa yang bisa menerjemahkan seluruh kata di atas?

Kata-kata di atas terdengar begitu berbeda antar satu dengan lainnya. Padahal, artinya cuma satu, yakni selamat pagi! Amole, adalah bahasa Suku Damal di Papua, sugeng enjing yang merupakan bahasa Jawa atau pueng tu pagi yang adalah bahasa Bengkulu.

Bayangkan, betapa kaya Indonesia dengan keragaman bahasanya. Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada periode 1991-2017 telah mengidentifikasi dan memvalidasi 652 bahasa dari 2.452 daerah yang diamati.

Jumlah yang luar biasa. Lebih luar biasanya lagi, Badan Bahasa Kemendikbud menyatakan masih ada 733 bahasa daerah yang belum teridentifikasi dan tervalidasi di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Artinya, sangat mungkin kekayaan bahasa yang bangsa Indonesia miliki akan terus bertambah seiring pengamatan para peneliti di Badan Bahasa Kemendikbud. "Jumlah bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan papua Barat belum semuanya teridentifikasi," ungkap Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar.

Kepunahan bahasa

Meski masih memiliki potensi kekayaan yang amat besar, Indonesia sejatinya juga terancam kehilangan beberapa bahasa daerah yang mulai punah satu per satu. Dadang menuturkan, hingga saat ini, 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah. 

Kesebelas bahasa itu berasal dari dua daerah di bagian timur Nusantara, yakni Maluku dan Papua. Kepunahan bahasa, dikatakan Dadang dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari sejarah, politik, pendidikan, kebudayaan hingga faktor demografi.

Seperti yang terjadi pada bahasa Maluku misalnya. Yang punah akibat beberapa faktor di atas. Kepala Kantor Bahasa Maluku, Asrif mengatakan, tanda-tanda kepunahan bahasa di Maluku telah terlihat sejak zaman kolonial.

"Masuknya Portugis itu yang mewajibkan masyarakat berbahasa Melayu. Kemudian, saat Belanda menjajah, lebih mewajibkan lagi. Tujuannya itu adalah agar Belanda kepada lebih mudah mengontrol masyarakat," kata Asrif kepada era.id beberapa waktu lalu.

Selain sebelas bahasa yang telah punah, ada 35 bahasa terancam punah yang dikategorikan rentan, empat bahasa berstatus kritis, dua bahasa mengalami kemunduran dan 19 bahasa yang masih aman.

"Ada enam tingkatan bahasa mulai dari aman stabil. Ada juga (bahasa yang mengalami) kemunduran sampai tingkat yang sudah punah. Setiap tingkatan itu memerlukan perlakuan-perlakuan tersendiri," kata Dadang.

Tak hanya di Indonesia. Kepunahan bahasa juga terjadi di seluruh dunia. Menurut data UNESCO Atlas of The World's Language in Danger, terdapat 10 bahasa yang sudah punah, yaitu bahasa Hukumina, Kayeli, Moksela, Naka'ela, Nila, Palumata, Piru, Te'un, Mapia dan Tandia.

Infografis (era.id)

Perkembangan zaman

Bahasa sebagai instrumen komunikasi terus berkembang seiring perkembangan zaman. Seiring dengan itu, bahasa-bahasa baru bermunculan. Yang baku atau slang, yang tercatat di kamus besar atau yang tengah mengantre disertakan sebagai bahasa serapan.

Intinya, manusia berkembang, zaman berkembang, bahasa berkembang. Dan kodrat manusia menerima perkembangan pun, dipahami betul oleh Badan Bahasa.

"(Penggunaan) bahasa gaul, bahasa slang, kemudian ditambah dengan kemajuan teknologi itu, semuanya tidak bisa kita bendung. Saya melihat, Badan Bahasa ini kan badan yang harus menghormati rasa yang hidup di masyarakat, termasuk bahasa anak muda," tutur Dadang.

Seperti fashion, tren penggunaan bahasa slang juga diyakini sebagai sesuatu yang tak kekal. Menurut Dadang, setiap orang pada akhirnya akan kembali pada bahasa yang telah disepakati oleh sebuah lingkungan.

"Nanti waktu yang akan menyeleksi. Akan terlihat nanti bahasa gaul mana yang bertahan. 20 tahun yang lalu, 30 tahun yang lalu juga hilang nanti akan terseleksi dengan sendirinya," kata Dadang.

Bahasa ibu

Beberapa hari lalu, Rabu (21/2), dunia memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional atau International Mother Language Day. Peringatan itu berawal dari pengakuan dunia internasional terhadap gerakan bersemangat pelestarian bahasa ibu yang diselenggarakan di Bangladesh.

Dunia internasional sepakat, bahasa ibu adalah warisan yang harus dijaga kelestariannya. Ya meskipun perkembangan zaman dan bahasa tak dapat dibendung, setidaknya upaya mencegah kepunahan bahasa ibu tetap patut dilakukan.

Dalam konteks kecil, bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang dalam hidupnya. Kali pertama seorang bayi memanggil ayah atau ibunya misalnya. Sedang secara luas, bahasa ibu dapat diartikan sebagai bahasa yang pertama kali disepakati oleh suatu lingkungan.

Infografis (era.id)

Untuk memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, kami akan membahas sejumlah fenomena menarik terkait bahasa. Soal kamu yang entah sudah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar atau tidak. Atau tentang elo dan gue yang sudah betul-betul terjebak dalam asyiknya berbahasa slang.

Pokoknya, ikuti terus bahasannya di sini: Cinta Bahasa Indonesia

Rekomendasi
Tutup