Cas cis cus English Enggak Nasionalis?

| 08 Sep 2018 06:05
<i>Cas cis cus</i> English <i>Enggak</i> Nasionalis?
Ilustrasi bahasa asing (pixabay)
Jakarta, era.id - "Jangan sok-sokan ngomong inggris deh, enggak nasionalis banget sih." Kalau kalian pernah bicara seperti itu, atau pernah mendengar orang berbicara seperti itu tandanya saat ini kita berada di jaman now. Enggak tahu siapa yang memulai pertama kali. Satu yang pasti, belum ada penelitian resmi yang menyebut indikator nasionalisme bisa ditentukan dari cara kita berbahasa.

Sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, penggunaan bahasa asing semakin cepat masuk keseharian masyarakat Indonesia, terutama kaum milenial. Tak hanya bahasa Inggris sebetulnya. Larisnya industri K-Pop dan K-Drama juga mendorong bahasa Korea semakin lazim digunakan anak-anak muda.

Lalu, apakah berbicara bahasa asing seperti Inggris, Korea, bahkan Arab sekali pun akan melunturkan nasionalisme kita? No! enggak ada kaitannya sama sekali. Terbukti banyak tokoh-tokoh besar, termasuk founding father Indonesia yang justru piawai berbicara dengan beragam bahasa asing.

H Agus Salim misalnya, diplomat ulung yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3 ini mengusai sembilan bahasa asing, di antaranya Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, dan Jepang. Namun, tak sedikit pun mengurangi kecintaan dan nasionalismenya dengan Indonesia. Bahkan dengan bahasa, Agus Salim mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

Pada 1906, pria kelahiran Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, itu berangkat ke Jeddah, Arab Saudi, bekerja di Konsulat Belanda. Pada 1930 dalam sebuah konferensi Buruh Internasional di Jenewa, Agus Salim didaulat sebagai penasihat delegasi buruh Belanda.

Pidato Salim dalam bahasa Inggris mengundang decak kagum peserta konferensi. Melihat hebatnya pidato Salim, seorang peserta konferensi menantangnya berpidato dalam bahasa Prancis. Salim menjawab tantangan tersebut. Lagi-lagi pidatonya mendapat pujian.

Selain menguasai bahasa di negara benua biru, pahlawan nasional yang dulu dipanggil Pak Salim itu juga mumpuni dalam bahasa Arab. Salah satu petinggi Sarekat Islam ini pernah memukau publik di Mesir.

Saat datang ke Mesir, Salim melakukan tiga kali ceramah memakai bahasa berlainan. Ceramah dalam bahasa Prancis di Institut Geografi Kerajaan, bahasa Inggris di Aula Universitas Fouad I (sekarang Universitas Kairo), dan bahasa Arab di Gedung Persatuan Wartawan Mesir.

Untuk generasi milenial, nama Gayatri Wailissa juga bisa menjadi inspirasi kalian menguasai bahasa asing. Di usianya yang terbilang muda, yakni 19 tahun, Gayatri menguasai 14 bahasa asing di antaranya bahasa Inggris, Italia, Spanyol, Belanda, Mandarin, Arab, dan Jerman. Lalu Prancis, Korea, Jepang, India, Rusia, dan bahasa Tagalog Filipina.

Bukan kebetulan kemampuan yang dimiliki perempuan kelahiran Ambon tersebut. Obsesinya terhadap bahasa dimulai saat Gayatri berusia 7 tahun. Bahkan di tingkat SD sudah ada 6 bahasa yang dikuasainya secara otodidak. 

Itu sebabnya kenapa bahasa asing perlu dilatih, bukan hanya dipelajari secara teoritis. Terbukti mulai SD hingga perguruan tingggi sebagai dari kita ternyata masih tak cukup menguasai bahasa Inggris, sebagai mata pelajaran. 

Seperti kata selebtwit penyuka bahasa Ivan Lanin, utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing.

So, don't hesitate to speak English!