Partai Gerindra dianggap yang bakal jadi lawan Jokowi pada momen itu. Sebab, partai berlambang garuda itu punya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang dianggap mampu mengalahkan Jokowi bila diukur dari tingkat elektabilitasnya.
Prabowo merupakan orang lama yang pernah jadi rival Jokowi pada Pemilu 2014. Saat itu dia berpasangan dengan Hatta Rajasa dan melawan Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla. Hasilnya, Prabowo kalah dengan Jokowi.
Meski sudah hampir empat tahun berlalu, rivalitas Jokowi dan Prabowo terus digosok-gosok. Bahkan, rivalitas ini diprediksi akan muncul lagi di Pemilu 2019.
Jokowi sih bisa dipastikan akan maju karena sudah didukung PDIP, Golkar, Nasdem, PPP dan Hanura. Dukungan ini menghasilkan 52 persen suara di parlemen atau 53,21 persen suara nasional pada Pemilu 2014.
Nah, tinggal Prabowo yang belum aman. Dia baru didukung Gerindra yang cuma 13 persen kursi di parlemen atau 11,81 persen suara nasional. Modal itu kurang dari syarat ambang batas presiden yaitu 20 persen di kursi parlemen atau 25 persen pada suara nasional.
Duetnya selama ini, PKS, juga masih belum bersikap mendukung Prabowo. Padahal, kalau mereka berkoalisi, bisa ngepas dengan syarat ambang batas presiden yang 20 persen di parlemen itu.
Sedangkan tiga partai lainnya yang bisa mencalonkan presiden, Demokrat, PAN dan PKB, masih sering menclak-menclok, baik ke Jokowi atau ke Prabowo. Mereka masih terlalu cair dan susah ditebak.
(Infografis/era.id)
Meski belum punya tiket buat mendaftarkan diri karena ambang batas parlemen tadi, Gerindra tetap pede. Bahkan, mereka berjanji mendeklarasikan Prabowo sebagai capres pada Agustus 2018. Di bulan itu, memang batas pendaftaran calon presiden untuk Pemilu 2019. Tak tanggung-tanggung, Gerindra mengklaim Prabowo akan membawa cawapresnya saat deklarasi nanti.
"Bulan Agustus nanti kan. Iya jadi Agustus. Seperti apa yang disampaikan Pak Prabowo ketika ulang tahun partai awal Februari yang lalu. Ketika ditanya soal presiden soal pencalonan Pak Prabowo bilang, 'nanti lah Bulan Agustus'," ucap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono kepada era.id melalui sambungan telepon, Selasa (27/2/2018).
Lalu, buat nama cawapres, Ferry mengatakan, Gerindra belum bisa mengeluarkannya. Tapi partai sempalan Golkar itu mengaku punya banyak stok yang siap dimunculkan. Sayangnya, nama itu masih ditutupnya rapat-rapat.
"Kita banyak dan biasanya tokoh-tokoh itu adalah tokoh-tokoh yang Insya Allah pemilih angkanya besar," ujarnya.
Nama Anies Baswedan muncul
Pada beberapa hasil lembaga survei, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat persentase tertinggi sebagai cawapres untuk Prabowo. Meski sering muncul di survei, ternyata itu tidak membuat Partai Gerindra meliriknya.
Wasekjen Partai Gerindra Aryo Djojohadikusumo mengatakan, jika Anies ingin dipilih sebagai cawapres mendampingi Prabowo, dia harus punya nilai lebih. Di antaranya mencari dukungan dari DPR untuk menambah kursi sebagai syarat ambang batas parlemen.
"Sekali lagi ini masalah matematika ya. Karena ada presidential threshold. Semua calon harus mencari kursi yang cukup. Dan Gerindra 73 kursi. Untuk maju, perlu 112 (kursi). Siapapun yang maju dari Gerindra, ya kita harus cari 39 kursi," sebut Aryo di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Selasa (27/2)
Anies pun pernah disinggung soal ini. Namun, dia masih enggan menjawabnya dengan tegas.
"Enggaklah. Enggak. Kalau Anda perhatikan, sejak dari dulu saya selalu menyampaikan sila kelima, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Semua teman-teman yang ngikutin pasti yang sama-sama jalan pasti ingat kata-kata itu. Jadi bukan baru," kata Anies, Sabtu (24/2).
Terus, kira-kira Prabowo jadi melawan Jokowi enggak ya?