"Hal ini yang sering menjadi ranjau bagi orang-orang yang kurang berhati-hati, seperti bersuara, berpendapat. Ini penting karena kebebasan tersebut bukan tanpa batas dan harus bertanggung jawab," ungkap Arief kepada era.id, Selasa (14/11/2017).
Menurutnya, banyak warganet yang kurang berhati-hati dan bijaksana dalam menyuarakan pendapatnya. Hal itu dapat menjerumuskan karena masyarakat seringkali menjustifikasi kesalahan seseorang di media sosial.
“Jadi, semua itu tergantung pada isi pesannya. Apakah itu meme, infografis, artikel, foto, video clip, animasi, pastikan info nya benar, akurat dan positif," kata Arief.
Mantan presenter berita tersebut menambahkan, apabila unsur yang terdapat dalam unggahan bersifat fitnah, memperolok, serta menyebarkan kebencian terhadap seseorang atau organisasi tertentu, telah dianggap melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Informasi yang tidak faktual, tidak akurat, dan tidak benar, kata Arief, bisa masuk ke dalam kategori ujaran kebencian (hate speech). Hal tersebut tidak bisa dibenarkan dan dapat diproses hukum.
“Kalau isi meme tersebut baik, misalnya dapat mengunggah publik untuk mencintai Pancasila, maka tidak akan kena pelanggaran,” tuturnya.
Beberapa waktu lalu, Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan 32 pemilik akun sosial media yang telah mengunggah meme dirinya. Perilaku pengunggah meme tersebut dianggap telah melanggar pasal 27 ayat 3 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik.