"Tuhan Maha Pemaaf, kenapa kita yang manusia tidak mau memaafkan," kata Chusnul Khotimah di Ballroom Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Dalam ledakan bom Bali I, 70 persen tubuh Chusnul mengalami luka bakar. Dengan berbesar hati, Chusnul telah menerima kejadian kelam yang membuatnya cacat fisik itu.
Chusnul tak lagi menuntut maaf kepada para pelaku aksi terorisme. Dia hanya ingin meminta perhatian lebih dari pemerintah, terkait kondisinya yang tidak lagi sempurna.
"Minta tanggungan kesehatan tanpa ada batasan. Saya mohon kepada Kemenkes ada semacam kartu atau asuransi bagi para korban dan keluarga korban terorisme, bukan untuk saya tapi untuk anak-anak saya," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Vivi, korban ledakan bom JW Marriot pada tahun 2003, ia meminta kepada pemerintah untuk dibuatkan bantuan usaha. Terlebih bagi korban teror yang mengalami cacat fisik.
"Bantuan usaha mungkin itu bagi para korban dapat diberikan pelatihan kewirausahaan agar korban cacat fisik bisa mengembangkan diri dalam rangka untuk menyejahterakan keluarganya karena selama ini terus terang banyak yang mengganggur," jelasnya.
(Menko Polhukam, Wiranto. Adit/era.id)
Diakhir acara, Menteri Politiik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk memberikan perhatian khusus terhadap mantan pelaku maupun korban untuk bisa kembali ke masyarakat.
"Cacat tubuh, hilang pekerjaan dan seumur hidup harus berobat namun tetap memaafkan. Ini satu contoh dari kehidupan bangsa Indonesia, bahwa jika kita selalu sadar dan memaafkan maka negeri kita akan tetap bersatu," ucap Wiranto.
Wiranto memastikan, komitmen pemerintah untuk mengembalikan keseimbangan masyarakat dari aksi terorisme. Dirinya yakin jika keseimbangan ini bisa dikembalikan maka aksi terorisme tidak akan kembali terjadi.
"Aksi teror merupakan aksi dari satu proses ketidakpuasan, ditambah dengan masalah politik yang meneror dengan media misalkan ujaran kebencian, hoaks. Jika ini bisa dihentikan kalau saja kita tidak membuat kekacauan, ketidaknyamanan, tidak damai dengan melampiaskan kekecewaan kita akhirnya akan merusak persatuan nasional, tentunya hal itu harus kita hindari," jelas Wiranto.
"Mudah-mudahan ke depan nanti kita bisa meniti kehidupan yang lebih aman, damai, tertib," tutupnya.