Kaya karena Berbeda
Kaya karena Berbeda

Kaya karena Berbeda

By Yudhistira Dwi Putra | 23 Jul 2018 07:14
Jakarta, era.id - Bangsa Indonesia begitu kaya. Termasuk soal kosakata. Saking kayanya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sampai harus menyusun sejumlah kriteria untuk memilih mana saja kosakata yang dapat dimasukkan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Tak hanya soal kosakata. Kekayaan budaya yang dimiliki bangsa juga melahirkan variasi dalam berbahasa lisan, atau lebih dikenal dengan dialek, yakni ragam variasi bahasa lisan dari sekelompok penutur yang berada di daerah tertentu.

Dialek adalah bagian dari kekayaan berbahasa, meski perbedaannya hanya bersifat lisan dan penuturan, sebab biasanya penutur yang berdialek masih disatukan dengan penggunaan bahasa yang sama.

Untuk membantu mendalami pemahaman tentang definisi dialek, Poedosoedarmo, dalam penelitian mengenai Kedudukan dan Fungsi bahasa (1982) membagi definisi dialek menjadi tiga.

Yang pertama adalah dialek geografis, yakni bagaimana dialek didefinisikan menurut tempat daerah si penutur. Misalnya, dalam bahasa Jawa, terdapat banyak dialek yang mengarah langsung kepada tempat asal si penutur. Pernah dengar istilah bahasa 'jawa lembut' dan 'jawa kasar' yang mengacu pada perbedaan dialek antara orang-orang di Jawa Tengah dan Jawa Timur? Nah, itu salah satu definisi dialek.

Kedua, dialek sosial. Jenis ini menjelaskan adanya perbedaan dialek yang dijelaskan melalui strata sosial. Hal ini terjadi dalam penggunaan dialek Jawa kromo dan Jawa moko. Cara berbahasa dalam bahasa Jawa yang dibedakan dari status sosial si penutur.

Yang terakhir adalah dialek yang berdasarkan usia. Dialek ini menekankan pada bagaimana mengontrol penekanan tutur bahasa terhadap lawan bicara yang lebih muda atau tua.

Sederhananya begini, ajaklah bicara dua sampai tiga orang dari latar belakang suku dan budaya berbeda. Dan bedakan, bagaimana mereka menuturkan sebuah kalimat dalam bahasa Indonesia.

Dialek dalam kehidupan sosial

Keragaman dialek, sedikit banyak memengaruhi kehidupan para penuturnya. Ada yang ketiban untung lantaran keunikan dialek yang mereka tuturkan, ada juga yang malah jadi korban diskriminasi lantaran dialek kedaerahan yang mereka miliki.

Efrem Siregar, wartawan media online dari Solo menceritakan pengalamannya soal dialek. Saat di bangku kuliah, Efrem mengaku kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekelilingnya.

"Kalau pas diskusi di kampus, beberapa anak ada yang nyeletuk dengan bahasa daerahnya. Menjengkelkan kalau diledek, karena ada kata yang ambigu," ujarnya.

Efrem memang unik. Sebagai pria berdarah Batak, dialek melayu Efrem begitu kental. Hal itu, dikatakan Efrem dipengaruhi oleh mayoritas masyarakat di Medan, di tempatnya tinggal yang banyak menggunakan dialek melayu.

Saat berdialek, Efrem kerap ditertawakan karena beberapa kali menyelipkan kosakata asing yang terselip dalam kalimat-kalimat yang ia tuturkan.

Selain Efrem, seorang kawan yang tak ingin disebut identitasnya pernah bercerita tentang pengalaman pahit ketika lamarannya menjadi costumer service ditolak oleh sebuah perusahaan telekomunikasi. Alasannya, karena dialek Sunda yang terlalu kental.

"Sempat disinggung pada saat wawancara (soal dialeknya). Tapi saya enggak engeh. Tiba-tiba aja gitu abis wawancara, terus enggak dapet (pekerjaan) saya baru kepikiran (ditolak karena dialek)," katanya.

Kekayaan bangsa

Untuk membantu kamu membayangkan sekaya apa bangsa Indonesia, data menyebut, Badan Bahasa pada periode 1991-2017 telah mengidentifikasi dan memvalidasi 652 bahasa dari 2.452 daerah pengamatan

Jumlah yang luar biasa. Lebih luar biasanya lagi, Badan Bahasa menyatakan masih ada 733 bahasa daerah yang belum teridentifikasi dan tervalidasi di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Sejumlah pakar sosio linguistik menyatakan, bahasa dapat dijadikan sebagai sebuah simbol untuk menentukan varian kebudayaan, khususnya yang berdasarkan dialek atau logat bahasa. Mayoritas pakar meyakini pengaruh erat antara dialek dan bahasa daerah.

Bahasa daerah dianggap sebagai faktor penting dalam terciptanya banyak dialek bahasa Indonesia. Dialek yang dituturkan sering kali dikaitkan dengan asal daerah seorang individu.

Karenanya, kekayaan bahasa dan dialek seharusnya jadi kebanggan, bahwa bangsa ini begitu kaya. Bukan jadi alasan untuk saling menyingkirkan.

Toh, dialek sejatinya cuma soal lisan. Tak ada yang perlu dipersoalkan. Toh, kita tetap berbahasa satu, bahasa Indonesia. Lewat bahas bahasa, semoga kita lebih mencintai Indonesia, termasuk bahasanya.

Rekomendasi
Tutup