Golkar Bisa Bubar akibat Korupsi

| 25 Mar 2018 12:05
Golkar Bisa Bubar akibat Korupsi
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam Rapimnas 2018 (Bagas/era.id)
Jakarta, era.id - Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, mengatakan keterangan Setya Novanto soal uang hasil korupsi e-KTP mengalir ke Rapimnas Partai Golkar bisa berdampak hukum terhadap partai tersebut. Menurut dia, Partai Golkar bisa dibubarkan jika ada pihak, di luar pihak yang berperkara, yang mengajukan pembubaran partai berlambang pohon beringin itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau misalnya itu terbukti, bisa berpotensi diusulkan pihak ketiga pembubarannya ke Mahkamah Konstitusi. Secara gagasan bisa, tapi secara teknis ada kendala," kata Chudry, saat dihubungi era.id, Minggu (25/3/2018).

Chudry mengungkapkan, kendalanya adalah pihak yang mengajukan pembubaran Partai Golkar ke MK, jika terbukti korupsi, haruslah pihak yang dirugikan. Terlepas itu semua, sambung Chudry, usul pembubaran Partai Golkar ke MK lebih gampang direalisasikan jika pengadilan ‎dalam amar putusannya mempertimbangkan pernyataan Novanto terkait aliran uang korupsi ke partainya.

"Misalnya dia dulu pemilih Golkar. Kan sulit juga membuktikan apakah kita pernah mencoblos Golkar‎," kata dia.

Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan Novanto soal ada uang korupsi mengalir ke Partai Golkar. 

"Harus diuji kebenarannya oleh KPK," kata Donal.

Menurut Donal, sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korporasi atau partai politik bisa dijerat secara pidana jika terbukti terlibat korupsi. Pemeriksaannya, kata Donal, dapat dilakukan penyidik KPK terhadap pengurus partainya.

"Bisa kena UU Tipikor dan UU TPPU untuk korupsi korporasi. Bisa dibubarkan, meski belum ada contohnya," ujarnya.

Baca Juga : Nyanyian Gaduh Novanto

Aliran uang haram dari proyek e-KTP untuk Partai Golkar mulai terkuak saat salah satu vendor proyek e-KTP, Charles Sutanto Ekapradja, bersaksi dalam sidang dan mengatakan ada setoran uang ke Partai Golkar.

Novanto juga mengakui ada aliran uang untuk Partai Golkar sebesar Rp5 miliar. Menurut dia, uang itu diserahkan oleh keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, untuk membiayai rapimnas.

"Rp5 miliar untuk rapimnas," kata Novanto, menjawab pertanyaan hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/3).

Mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menjamin tidak ada uang korupsi e-KTP masuk ke partainya untuk pembiayaan rapimnas. Pada Rapimnas Partai Golkar 2012, Aburizal menjabat ketua umum dan Novanto menjadi bendahara umum.

Baca Juga : Aburizal Jamin Golkar Bersih dari Korupsi e-KTP

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menolak mengomentari pernyataan Novanto itu. Menurut dia, tuduhan ada uang korupsi e-KTP mengalir ke Partai Golkar hanya bisa dijelaskan Novanto sebagai pihak yang mengungkapkan.

Selain tuduhan uang hasil korupsi mengalir untuk rapimnas, Partai Golkar juga diduga mendapat aliran uang hasil korupsi untuk penyelenggaraan Musyawarah Nasional di Bali. Diduga, aliran uang korupsi turut membiayai munas luar biasa yang menetapkan pergantian Ketua Umum Partai Golkar dari Aburizal ke Novanto.

Anggota Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, diduga sebagai pihak yang mengalirkan uang 300.000 dolar AS ke Munas Golkar. Uang dolar itu berasal dari bagian Rp12 miliar hasil korupsi proyek pengadaan satelit di Badan Keamaman Laut ( Bakamla).

Sebelum uang Rp12 miliar cair, Fayakhun meminta 300.000 dolar AS dibayarkan lebih dulu oleh perusahaan rekanan di Bakamla untuk pembiayaan munas. Hal itu disampaikan terdakwa Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/1/2018). 

Bukti percakapan melalui WhatsApp antara Fayakhun dengan Erwin Arif, pengusaha dari perusahaan Rohde & Schwarz, terkait pembayaran 300.000 dolar AS secara tunai, juga dibuka jaksa dalam persidangan.

Baca Juga : Fayakhun Tambah Dosa Golkar

Fayakhun langsung membantah tuduhan itu dengan alasan WhatsApp-nya diretas. Dia mengaku sudah melapor ke polisi mengenai peretasan tersebut dan dugaan ada pihak menyalahgunakan namanya untuk meminta uang.

Sekjen DPP Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus membantah dana korupsi proyek Bakamla mengalir untuk Munas Partai Golkar di Bali. Menurut dia, korupsi dilakukan pribadi dan tidak ada kaitan dengan partainya.

"Tidak ada, itu kan urusan pribadi dia. Beda lho kalau kamu bilangin dana itu masuk ke Golkar dengan pribadi orang-orang, musyawarah nasional kan anggarannya jelas," ucap Lodewijk.