Kasus Rektor UNJ dan Ancaman Plagiarisme

| 09 Apr 2018 13:49
Kasus Rektor UNJ dan Ancaman Plagiarisme
Ilustrasi (Ayu/era.id)
"Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi artikel ini tanpa izin tertulis dari era.id."

Jakarta, era.id - Keputusan Anggito Abimanyu untuk mundur dari profesinya sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) belum seberapa, dibanding aksi plagiat yang dilakukannya terhadap tulisan Hotbonar Sinaga dan Munawar Hasan di Harian Kompas, 2014 lalu. Meski mengaku khilaf dengan tidak mencantumkan referensi di dalam karya tulisnya, aksi Anggito tetap bisa diancam hukuman pidana. 

Mengutip Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 tahun 2010, plagiat didefinisikan sebagai "Perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai."

Belum lama ini, praktik plagiat bahkan melenggang bebas di ranah akademis. Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali, diduga melakukan aksi pembiaran terhadap plagiarisme di kampus pencetak guru tersebut. Kabarnya, Djaali hingga dipecat sementara dari jabatannya, guna menindaklanjuti hasil temuan dari Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristekdikti yang menemukan adanya praktik plagiat.

Di bidang seni, penyair terkenal Indonesia, Chairil Anwar, juga pernah dituduh menjiplak karya tulis seseorang pada 1949. Hans Bague Jassin lewat tulisannya di Mimbar Indonesia berjudul Karya Asli, Saduran, dan Plagiat membahas puisi Kerawang Bekasi. Kritikus sastra itu membandingkan puisi Chairil dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeish, penyair asal Amerika Serikat.

Baca Juga : EXO, Anji, dan Upaya Menghalalkan Plagiat

Puisi Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar. (Foto: Istimewa)

Soelistyo dalam Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika (2011) menjelaskan terdapat empat tipe plagiarisme, di antaranya plagiarisme kata demi kata (word for word plagiarism); plagiarisme atas sumber (plagiarism of source); plagiarisme kepengarangan (plagiarism of authorship); terakhir, self plagiarism atau plagiat terhadap diri sendiri. 

Ancaman pelaku plagiat

Kebanyakan aksi plagiat dikonotasikan sebagai pelanggaran etika. Padahal, perbuatan itu juga melanggar dalam aspek hukum. Dari sekian banyak kasus plagiarisme yang ada di Indonesia, kebanyakan terdapat pada bidang akademis, dan hak cipta. Dalam konteks akademis misalnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah mengatur sanksi bagi orang yang melakukan plagiat:

"Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)."

Baca Juga : Benarkah Rabbit Town Plagiat?

Selain itu, Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2010 telah mengatur sanksi bagi mahasiswa yang melakukan tindakan plagiat. Sanksi yang diberikan kepada mahasiswa jika terciduk melakukan praktik plagiasi adalah mulai dari teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa, pembatalan nilai, pemberhentian dengan hormat, sampai pemberhentian tidak hormat, bahkan ijazah yang sudah didapat jika ternyata hasil dari plagiat bisa dibatalkan oleh perguruan tinggi terkait.

Diskursus soal plagiarisme tidak lengkap rasanya jika tidak membahas hak cipta/hak kekayaan interlektual. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah mengaturnya secara jelas. Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif, artinya setelah suatu ciptaan sudah menjadi bentuk nyata.

Sanksi pelaku plagiat. (Ayu/era.id)

Sementara itu, hak eksklusif di sini dapat diartikan sebagai hak yang hanya diperuntukan si pembuat atau pencipta atau penerima hak cipta tersebut. Apabila ada orang lain, sebut saja A yang ingin memanfaatkan hasil ciptaan orang lain, sebut saja si B, yang sudah terdaftar hak eksklusifnya, si A harus mendapat izin terlebih dulu dari si B.

Konsekuensi dari seseorang yang melakukan pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta diatur dalam Pasal 113 dari undang-undang tersebut. Hukuman yang bisa dikenakan yakni penjara mulai dari 1 tahun hingga paling lama 10 tahun dan atau denda mulai dari Rp100.000.000 hingga Rp4.000.000.000. Masih berani melakukan plagiat?