Dari jajak pendapat tersebut, kata Andy, presiden petahana mengalami kenaikan dukungan, sebaliknya elektabilitas para penantang justru menurun. Hasil survei terakhir dari Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Jokowi di angka 55,9 persen, Prabowo Subianto di angka 14,1 persen, dan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo 1,8 persen.
Menurut Andy, tantangan terbesar untuk memenangkan kembali Jokowi agar terpilih kembali sebagai Presiden RI untuk periode kedua adalah menangkis kabar bohong atau berita hoaks.
"Ini adalah bukti, masyarakat puas terhadap hasil kerja Presiden Jokowi. Ancaman terbesar kini adalah menangkis berbagai kabar bohong yang beredar luas melalui media sosial seperti isu serbuan tenaga kerja asal Cina ke Indonesia, atau soal utang luar negeri dan kesenjangan sosial yang dibingkai dalam perspektif SARA," katanya, dalam siaran pers yang diterima meja redaksi, Rabu (25/4/2018).
Sebagai contoh, menurut Andy, bagaimana hoaks di media sosial mengacaukan hasil pemilu di Amerika Serikat dan kini mendorong Kongres AS menyelidiki dalang di balik penyebaran kabar bohong terutama melalui Facebook.
"Kita melihat media sosial mempunyai dua sisi. Ia mampu menggerakkan orang untuk memperjuangkan kebebasan melawan para diktatur sebagaimana terjadi pada Revolusi Arab. Tapi di sisi lain ia potensial mengganggu demokrasi sebagaimana terjadi pada kasus Pemilihan Presiden Amerika Serikat," tuturnya.
Karena itulah, menurut campaign manager PSI ini, pihaknya membantu Jokowi dengan menyebarkan informasi yang benar melalui media sosial terkait berbagai fitnah yang ditujukan kepada presiden.
"Hoaks hanya bisa ditanggulangi dengan jalan menyebarkan sebanyak mungkin informasi yang benar. Caranya adalah dengan mendorong media mainstream menjadi clearing house untuk meluruskan berbagai kabar bohong, dan kedua membanjiri media sosial dengan informasi yang benar sebanyak mungkin, dengan strategi penyebaran yang tepat," katanya.
"Kampanye melawan hoaks yang ditujukan kepada Jokowi adalah upaya PSI untuk memenangkan Jokowi, sekaligus mendidik publik agar kritis dalam membaca pesan di media sosial. Ini adalah bagian dari pendidikan politik ala PSI, khususnya kepada generasi muda yang aktif di media sosial," jelasnya.