Kata Retno, dampak bullying bagi anak dan remaja bisa sangat berbahaya, bahkan bisa berpotensi sampai aksi bunuh diri.
"Tindakan bullying memang kerap dialami banyak orang tanpa memandang usia," kata Retno kepada era.id, tepat pada peringatan Hari Anti-Bullying Sedunia, Jumat (4/5/2018).
Baca Juga : Cermin Buram Kekerasan di Dunia Pendidikan
Berdasarkan sebuah studi yang dipelajari Retno, 20 persen orang akan ikut-ikutan ketika melihat aksi bullying. Sementara 80 persen sisanya adalah mereka yang abai ketika menyaksikan atau mengetahui tindak bullying di sekitarnya.
Retno menambahkan, praktik bullying biasanya terjadi secara berulang dalam jangka waktu yang cukup panjang. Bullying umumnya terjadi karena ada relasi tak seimbang antara korban dengan pelaku. Selain itu, anak korban bullying biasanya mengalami perubahan perilaku seperti mudah murung dan sedih.
"Dampak bullying yang dirasakan anak korban diantaranya adalah mengalami depresi, kurang menghargai diri sendiri memiliki masalah kesehatan psikologis dan prestasi akademik menurun serta dapat memiliki pikiran untuk bunuh diri. Jadi jangan remehkan bullying,” kata Retno.
Melihat dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku bullying, KPAI mendorong pemerintah ataupun orang terdekat untuk merehabilitasi korban bully agar luka hatinya terobati dan tidak memiliki perasaan balas dendam.
"Pelaku bullying sebagian besar pernah menjadi korban bully, oleh karena itu pelaku juga harus direhabilitasi kejiwaannya agar secara psikologis dapat pulih dari perasaan dendam dan tersakiti," ujar Retno.
Baca Juga : Beban Tas Sekolah Anak dan Kelainan Tulang Belakang
Dalam kurun 2011 hingga September 2017 KPAI mencatat terdapat 26.000 kasus anak yang berhadapan dengan hukum akibat bullying.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Sosial RI pada 2017, di usia anak 12 hingga 17 tahun rentan mengalami bullying setidaknya 84 persen di antaranya telah atau mengalami kasus bullying tersebut.