Perang Tagar Jelang Pilpres 2019
Perang Tagar Jelang Pilpres 2019

Perang Tagar Jelang Pilpres 2019

By Aditya Fajar | 05 May 2018 15:30
Jakarta, era.id - Perang tagar di antara kubu pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan penantangnya Prabowo Subianto kian masif. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Gun Gun Heryanto melihat fenomena ini sebagai bagian dari perubahan konteks sosial politik.

Dikhawatirkan Gun Gun, munculnya fenomena tanda pagar (tagar) sebagai gerakan perlu untuk diwaspadai. Sebab hal itu bisa dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memperkeruh suasana pendukung jelang Pilpres 2019.

"Kalau kita identifikasi di media sosial, bukan hanya timses dan tim relawan yang harus diantisipasi, tetapi juga orang-orang mencari kepuasan di media sosial sehingga membuat situasi kacau," kata Gun Gun dalam acara Polemik Sindo Trijaya FM di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/5/2018).

Katanya, situasi politik saat ini yang cenderung memanas dan perlu diwaspadai. Terlebih oleh kelompok-kelompok yang sengaja memanfaatkan perang tagar itu untuk mencari keuntungan.

"Contohnya ada sekelompok orang berbayar yang secara profesional menerima dan sekaligus menyebar luaskan hoaks, ujaran kebencian dan kampanye hitam itu juga yang harus diantisipasi, karena menurut saya akan tinggi sekali intensitasnya," paparnya.

Baca Juga: CFD Harus Terbebas dari Deklarasi #2019GantiPresiden

Di sisi lain, Gun Gun menilai, relawan saat ini diuntungkan dengan mobilisasi massa melalui penggunaan tagar. Sehingga mobilisasi atau kampanye tak harus melalui media mainstream atau cara konvensional.

"Relawan timses ini juga diuntungkan dengan ini, murah meriah, mobilisasi luar biasa, sebenarnya bisa menjadi ceruk yang sangat potensial," sambung Gun Gun.

Sementara relawan #2019GantiPresiden, Mustofa Nahra mengatakan, selama arena CFD terus digelar terbuka, gerakan-gerakan tagar akan tetap ada, sebagai wadah menyuarakan aspirasi masyarakat.

"Kalau itu tidak dilarang kita akan turun, kalau kelompok lain boleh, ya kita harus boleh itu konsekuensinya," ucap Mustofa yang hadir dalam acara serupa.

Menurut Mustofa, gerakan tersebut akan terus disosialisasi tanpa harus mendukung salah satu calon presiden tertentu, pada Pilpres 2019. Sebab gerakan ini adalah wujud nyata masyarakat yang menginginkan figur kepala negara baru.

"Enggak ada dukung capres tertentu. Yang penting ini berganti dahulu. Soal dukung siapa nanti saja, karena banyak yang lebih bagus dari Pak Jokowi," jelasnya.

Mustofa Nahra memang benar. CFD --yang sebenarnya dilarang terkontaminasi politik-- kini jadi lokasi 'paling seksi' untuk jualan tagar. Pelarangan kegiatan politik di area CFD tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), yang menyatakan area car free day harus bebas dari kegiatan politik. Tapi seperti kata Gun Gun tadi, gerakan tagar ini harus jadi perhatian khusus polisi karena rawan menimbulkan konflik.

Buktinya saja yang terjadi di CFD, pekan lalu. Beredar di media sosial sebuah video sekelompok orang yang mengenakan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden melakukan buliying terhadap tiga orang yang mengenakan kaus bertuliskan #DiaSibukKerja.

Belum diketahui ke mana afiliasi politik tiga orang yang mengenakan kaus #DiaSibukKerja tersebut. Namun sejumlah netizen menduga mereka adalah pendukung calon petahana Presiden Joko Widodo. 

Buntutnya adalah pelaporan ke polisi. Laporan yang dilayangkan pihaknya ke kepolisian melampirkan rekaman video tindakan intimidasi yang dilakukan sejumlah orang yang mengenakan kaus #2019GantiPresiden, beserta keterangan saksi yang melihat langsung aksi intimidasi tersebut.

 

Rekomendasi
Tutup