ERA.id - Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Peringatan ini menjadi momentum menumbuhkan semangat pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ada banyak cara dalam memperingati hari Sumpah Pemuda, salah satunya dengan membaca puisi-puisi tentang Sumpah Pemuda yang berisi semangat juang para pemuda.
Berikut ini 10 puisi tentang semangat pemuda yang dapat Anda baca dan bagikan kepada teman Anda.
1."Prajurit Jaga Malam" karya Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
2.“Aku” karya Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
3.“Sumpah Pemuda” karya Irwinday
menjadikan kita satu
satu tumpah darah
satu bangsa
satu bahasa
memberikan kita rasa
rasa cinta
rasa suka cita
rasa bangga
berkat sumpahmu
kini garuda telah bangkit
bangkit dari kematian yang suri
perjuanganmu sungguh kemuliaan
takkan dapat tergantikan
terimakasih pemuda
4.“Saat Seorang Pemuda Bersumpah” karya Lins Ladya
darah bergejolak saat terhina
gemetar tubuhnya saat melihat krtidak setujuan
gemeretak giginya berpadu dengan nafas
kepal tangannya sekuat batu
robohkan segala ketidaknyamanan!!!
itulah yang terbesit dalam dadanya
sekali lagi berbuat semena-mena
pemuda tak kuasa menahan amarahnya
selain majuuuu dan terus majuuuu
pantang bagi pemuda kembali munduuur
karena pemuda adalah jiwaku dan jiwamu
5.“Sumpah Pemuda” karya Dhany Alkautsar
bingkai mata rantai nan kokoh
menjadi satu kesatuan tekat yang bulat
melingkar saling mengait
menggenggam untuk menguatkan
satu bangsa
satu darah
satu bahasa
satu Indonesia
bangkitlah wahai jiwa yang tertidur
taburkan semangatmu
semailah benih perjuangan di setiap hamparan bumimu
hamparan indah
walaupun kita tumbuh dari berbagai rumpun
namun akar juang tetap satu
menyatu di dalam darah, bangsa dan bahasamu
asalah tekadmu demi
Indonesia
6.“Diponegoro” karya Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini...
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali....
Pedang di kanan, keris di kiri
Beselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU...
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu...
Sekali berarti
Sudah itu mati...
MAJU...
Bagimu Negeri
Menyediakan api...
Panah di atas menghamba...
Binasa di atas ditindas...
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai...
Jika hidup harus merasai...
Maju...
Serbu...
Serang...
Terjang...
7.“Takut 66, takut 98” karya Taufik Ismail
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
8.“Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Penjajahan Baru, Kata Si Toni” karya Taufik Ismail
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa –tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutamg selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harga kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepanh, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggingit dan mengunyah teratur berirama
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar
Menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dala kerangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis, dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangta kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutunya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
9.“Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya” karya Taufik Ismail
Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang marah pula
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
“Hidup tukang rambutan!” Hidup tukang rambutan
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
Hidup pak rambutan sorak mereka
Saya dipanggil dan diarak-arak sebentar
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
Terima kasih, pak, terima kasih!
Bapak setuju karni, bukan?
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
Doakan perjuangan kami, pak
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
“Hiup pak rambutan! Hidup rakyat!”
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.
10.“Dengan Puisi, Aku” karya Taufik Ismail
Dengan puisi, aku bernaynyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi, aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi, aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi, aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi, aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi, aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.
Ingin tahu informasi menarik lainnya? Pantau terus ERA.id dan ikuti media sosial kami.