Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi pertahanan mengaku belum menerima surat pergantian Panglima TNI dari Presiden Jokowi.
"Sampai hari ini informasi yang saya dapat belum, jadi ya harap ditunggu saja," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/11/2017).
Menurutnya, DPR menyerahkan semuanya ke Jokowi lantaran pergantian panglima TNI merupakan hak prerogratif presiden. Namun, keputusan terkait daftar nama pengganti Gatot itu sebaiknya diajukan pada waktu yang tepat.
Presiden tentunya masih menggodok nama-nama baru pengganti jenderal bintang empat itu. Pertimbangannya bisa terkait tradisi pergantian Panglima TNI dari rotasi Tri Matra secara bergiliran.
"Prinsipnya menurut saya, karena ini urusan pertahanan ya, memang harus tidak boleh ada grasa-grusu (tergesa-gesa). Meskipun demikian, tidak boleh ada proses yang berlama lama. Jadi silahkan timing tepatnya," jelasnya.
Komisi I menyerahkan semuanya pada presiden yang paling mengerti akan keperluan dan kondisi sosial politik. Terkait pergantian dengan tradisi rotasi Tri Matra, menurut Meutya, hal itu bisa dikesampingkan.
"Rotasi memang salah satu aspek, tapi itu tidak menjadi keharusan untuk diikuti. Karena juga, ada aspek kondisi sosial politik yang harus dicermati oleh pemerintah dalam hal ini presiden," terangnya.
Senada dengan Meutya, Anggota Komisi I DPR Andreas Hugo Pareira menyebutkan jika tradisi rotasi Tri Matra digunakan dalam pergantian Panglima TNI dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), kemudian Angkatan Udara (AU), sepenuhnya adalah hak presiden. Namun, presiden harus mempertimbangkan faktor-faktor terkait pergantian Panglima TNI.
Menurut Andreas, pemimpin TNI nantinya harus bisa mengatur semua jajaran dan infrastruktur pertahanan. Selanjutnya, mampu mengendalikan aspek internal yang menjadi bagian pembangunan sistem pertahanan TNI.
"Tetapi ada beberapa hal yang harus kita cermati, yang pertama organisasi, TNI itu Darat (AD), Laut (AL) dan Udara (AU) dengan jumlah personil dan angkatan alutsistanya yang harus dikendalikan oleh panglima," kata Andreas.
"Kemudian yang kedua itu, adalah aspek internal yang menyangkut ancaman dan prioritas pembangunan sistem pertahanan kita, sehingga itu yang harus menjadi pertimbangan," jelas Andreas.