Cara Tepat Sebar Kabar Bencana

| 18 May 2018 08:43
Cara Tepat Sebar Kabar Bencana
Ilustrasi gempa (Sumber: Pixabay)
Tolikara, era.id - Rabu pagi (16/5), gempa bumi berkekuatan 6,1 Skala Richter (SR) mengguncang Tolikara, Papua. Dilansir dari situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa terjadi di koordinat 3,70 LS dan 138,67 BT dengan kedalaman 111 kilometer.

Meski tak berpotensi tsunami, gempa tersebut sempat memicu kepanikan masyarakat. Bagaimana tidak, selain terjadi di pagi hari, gempa tersebut sejatinya memang memiliki tingkat guncangan yang cukup besar.

Di antara kepanikan tersebut, sejumlah kabar terkait gempa Tolikara berseliweran di media sosial. Sayang, bukan kabar penting bin informatif yang seliweran, melainkan kabar hoaks yang malah bikin masyarakat tambah panik.

Berdasar penelusuran era.id pada situs tweetreach.com, terhitung ada 19,6 juta akun Twitter yang memperoleh informasi soal gempa Tolikara. Di samping itu, sebanyak 22,5 juta akun berpotensi terpapar informasi bohong tersebut.

Guru besar Ilmu Keselamatan Kerja Universitas Indonesia (UI), Fatma Lestari menyampaikan bagaimana cara tepat untuk membagikan informasi yang baik dan benar tentang kebencanaan kepada orang lain.

Menurut Fatma, sebelum menyebarkan informasi, kita harus terlebih dulu memastikan bahwa sumber informasi yang kita himpun adalah sumber yang kredibel yang memiliki tingkat validitas dan keakuratan informasi yang tinggi.

"Sumber informasinya harus valid dan akurat. Bisa diperoleh dari badan pemerintah dari BMKG atau dari BNPB," kata Fatma ketika dikontak, Jumat (19/5/2018).

Fatma menambahkan, saat ini aplikasi pesan singkat WhatsApp jadi platform utama untuk menyebar informasi. Selain cepat, WhatsApp memungkinkan seseorang mengirimkan sebuah pesan secara pribadi atau ke dalam forum grup. Karenanya, ia mengimbau masyarakat untuk mengecek kembali setiap informasi yang didapatkan dari pesan WhatsApp yang biasanya menyebar secara berantai.

Supermarket bencana

Sementara itu, dalam narasi pendeknya, Kabag Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko menjelaskan, bencana alam adalah bagian yang terpisahkan dari Indonesia. Ia bahkan menyebut Indonesia sebagai ‘supermarket’ bencana. 

Artinya, Indonesia memang potensi bencana alam yang cukup lengkap dibanding negara-negara lain di dunia.

“Sebenarnya, kalau sering terjadi gempa kecil, itu artinya ada kestabilan. Yang patut diwaspadai adalah ketika gempa kecil tersebut justru jarang terjadi,” kata Hary yang ditemui di sela-sela Seminar Komunikasi Terkait Penanggulangan Bencana, Reaction UI 2018, Rabu (16/5).

Peran mahasiswa

Reaction UI 2018 merupakan sebuah gerakan mahasiswa Vokasi Komunikasi UI yang menyuarakan literasi soal bagaimana mengomunikasikan sebuah peristiwa bencana dengan cara yang baik dan benar. Selain itu, Reaction UI 2018 juga mengadakan kompetisi untuk membuat iklan layanan masyarakat.

“Kami mengadakan acara bertemakan gempa bumi karena melihat bahwa sepanjang tahun 2017 saja, tercatat 8.693 gempa bumi mengguncang Indonesia. Setidaknya terhitung lebih dari 200 kali gempa di atas 5 SR. Indonesia merupakan negara rawan gempa”, tutur Project Officer Reaction UI, Nurmeividiani.

Terkait peran mahasiswa, Kabid Humas BNPB, Rita Rosita menyebut ada tiga elemen yang harus disinergikan untuk menciptakan penanggulangan bencana yang baik. Elemen yang ia sebut sebagai segitiga emas itu adalah: golongan mahasiswa, pemerintahh, dan sektor swasta.

Dengan sinergitas yang terjalin antar tiga sektor tersebut, Rita yakin upaya penanggulangan bencana dapat berjalan lebih baik. "Diharapkan semua aspek yang berkesinambungan tersebut dapat menjalin kerjasama dan bersinergi untuk jangka panjang”, kata Rita.

Tags : gempa
Rekomendasi