KPK Disebut Salah Hitung Kerugian Negara Kasus BLBI
KPK Disebut Salah Hitung Kerugian Negara Kasus BLBI

KPK Disebut Salah Hitung Kerugian Negara Kasus BLBI

By Ahmad Sahroji | 21 May 2018 15:15
Jakarta, era.id - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah menghitung kerugian negara.

Hal ini disampaikan kuasa hukum Syafruddin, Ahmad Yani, saat membacakan eksepsi terkait kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

"Perbuatan terdakwa (SAT) tidak merugikan negara karena kerugian negara baru muncul pada saat dijualnya piutang petani tambak Rp4,8 triliun dengan harga Rp220 juta oleh Menteri Keuangan bersama PT PPA pada tahun 2007," kata Yani di Pengadilan Tipikor, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).

Kuasa hukum Syafruddin ini menilai, audit kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)--yang dijadikan rujukan KPK--pada tahun 2017 tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan.

Baca Juga : Mantan Ketua BPPN Didakwa Memperkaya Diri RP4,58 T

"Laporan BPK tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan yang diatur oleh BPK sendiri yaitu peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Hasil laporan BPK tidak melibatkan pihak BPPN sebagaimana disyaratkan dalam unsur pemeriksaan keuangan negara," ungkapnya.

Ahmad Yani menyebut, BPK sebelumnya telah melakukan audit kerugian negara terkait BLBI. Audit ini dilakukan pada 2002 dan 2006. Namun, ketika 2017 dilakukan audit kembali oleh BPK terjadi perbedaan.

"Dalam pemeriksaan BPK RI sebelumnya tahun 2002 dan 2006 pihak yang diperiksa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan berbeda dengan laporan BPK tahun 2017, yang memeriksa dan menyimpulkan dari data sekunder bukan data primer yang diperoleh langsung dari sumber atau hasil keterangan pihak yang diperiksa," jelasnya.

Baca Juga : Emelia Cawagub NTT Bikin Takjub Eks Pimpinan KPK

Sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syarifuddin pernah mengeluarkan SKL senilai Rp4,58 triliun terhadap salah satu obligor BLBI yang pernah hampir kolaps, Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI. Padahal, piutang tersebut tidak pernah dilunasi Sjamsul hingga menyebabkan negara mengalami kerugian dalam nilai tersebut.

Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31, Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1.

Tags : korupsi blbi kpk
Rekomendasi
Tutup