Adapun kesepuluh fraksi menyampaikan pandangan mereka dalam rapat kerja Pansus RUU Anti-terorisme dengan pemerintah adalah PDIP, Golkar, PKB, PPP, PAN, NasDem, dan Hanura. Serta partai oposisi yakni Gerindra-PKS, termasuk partai tengah Demokrat juga ikut memilih opsi kedua.
Pemerintah melalui Menkum HAM Yasonna Laoly, akhirnya menyepakati opsi definisi terorisme yang kedua. Opsi itu mencantumkan frasa 'ideologi dan motif politik'. Turut hadir Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
"Sebelumnya pemerintah tidak memberikan definisi dalam pekembangan dengan pansus, setuju definisi. Artinya dibuat alternatif pertama dan kedua. Jadi, setelah kita pertimbangkan secara saksama, ada rumusan 'yang dapat', disepakati ada penambahan frasa. Maka, setelah kita pertimbangkan, akhirnya tim pemerintah sepakat bahwa kita menerima alternatif kedua," kata Yasonna, dalam rapat kerja dengan pansus, di Gedung DPR, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
"Seluruh fraksi juga menyepakatinya, jadi saya kira tidak ada lagi perdebatan dalam revisi Undang-Undang Antiterorisme ini," imbuh dia.
Yasonna mengaku senang pembahasan revisi atas UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu selesai malam ini. RUU Antiterorisme akan disahkan lewat rapat paripurna DPR besok, Jumat (25/5).
"Lanjutannya adalah besok ini disahkan di sidang paripurna. Mudah-mudahan tidak ada masalah. Kita berharap demikian," ucap Yasonna.
Sebelum mengakhiri, Yasonna juga sempat memberikan pantun sebagai penutup atas sikap pemerintah terkait RUu Terorisme.
"Karena sudah diberi pantun tidak elok rasa kalau tidak membalas pantun. Bunga selasih bunga melati warnanya outih berseri seri, terima kasih kepada seluruh fraksi yang telah memilih alternatif kedua," tuturnya.
Berikut bunyi definisi terorisme yang disepakati 10 fraksi di DPR bersama pemerintah:
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan.