Salah satu isi MoU ini mengembangkan kerja sama pertukaran data imigrasi untuk menjadi landasan BNPT mengambil keputusan.
"Kita punya daftarnya, kita punya datanya. Jadi ketika masuk Indonesia kita bisa tangkal. Kedua warga binaan kita kelola dengan baik. Sipir juga kita latih," tutur Kepala BNPT Suhardi Alius di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2018).
Suhardi berharap para returnees atau warga negara Indonesia (WNI) yang kembali dari Suriah--setelah bergabung dengan ISIS--bisa dilacak lebih mudah. Pasalnya, BNPT telah memberikan semua data itu ke Kemendagri, sehingga seluruh aparat pemerintah mulai dari pusat sampai ke tingkat desa, bisa terus memantau dan memberikan laporan terkait kegiatannya.
Baca Juga : Menguliti Makna Terorisme dalam Film The Matrix
"Mindset mereka sudah sangat radikal. Bukan hanya kepada orang tua tapi juga ke anak-anak. Di sini lah kita bekerja sama dengan Kemenkumham. Kami minta data, jadi kita tahu sebaran mereka di mana saja," lanjut Suhardi.
Menanggapi itu, Menkumham Yasonna Laoly juga mendukung konsep, gerakan, sistem, dan pola penanggulangan terorisme yang telah dijalankan BNPT. "Ini memperkuat BNPT, kami yang bertanggung jawab menangani napiter tentu tidak dapat bekerja sendiri," ujar Yasonna.
Yasonna berharap sinergitas ini dapat memberikan pendekatan baru dan pelayanan terhadap napiter, mantan napiter, mantan teroris, keluarga, dan jaringannya, agar bersih dari paham radikalisme dan terorisme.
Baca Juga : Radikalisme di Kampus, BNPT Gandeng Kemenristekdikti
(Ilustrasi/era.id)