Tidak hanya tawuran, para peserta sahur on the road ada juga yang melakukan aksi corat-coret di sejumlah fasilitas publik.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menganggap ini serius. Tindakan tegas akan dilakukan bila polisi menemukan peristiwa yang mengarah pada tawuran dan perusakan fasilitas publik. Dia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga ini agar kesucian bulan Ramadan ini tetap terjaga.
"Kami mengimbau dan tentunya semua tidak hanya Polri tapi ada masyarakat, orang tua, lingkungan, kelompok, komunitas melakukan kegiatan malam hari. Kalau pun sudah terjadi (tawuran dan perusakan fasilitas publik) kita lakukan tindakan tegas dan terukur," kata Setyo di Mabes Polri, Minggu (6/3/2018).
Pada akhir pekan kemarin, tawuran saat sahur on the road terjadi di dua lokasi. Pertama di Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, dan kedua di Taman Petogogan, kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dari lokasi pertama, unit Jatanras Polda Metro Jaya menangkap IA (22), dan MF (20). Keduanya ditangkap karena membawa senjata tajam dan mengancam petugas yang ingin membubarkan tawuran.
Sedangkan di lokasi kedua, polisi menangkap enam orang dan dibawa ke Mapolres Kebayoran Baru. Mereka adalah, MSA (24), BFL (24), AR (24), ABS (21), AS (20), dan MP (21). Selain enam orang pelaku, polisi menyita 12 senjata tajam, potongan besi, kembang api dan tujuh unit sepeda motor.
Sahur on the road ini pernah mendapat sorotan serius pada 2011. Kala itu, dua siswi SMAN 28 Jakarta, yakni Nur Aisah Siregar (16) dan Astrid (16), tewas dalam kecelakaan akibat kebut-kebutan di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan pada Sabtu (13/8/2011) dini hari. Pemprov DKI, lewat Dinas Pendidikan waktu itu, langsung memberikan imbauan agar sekolah tidak memberikan izin pelaksanaan sahur on the road.
Pada 2014, Plt Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) sempat meminta polisi melarang sahur on the road. Menurutnya, acara ini tidak ada manfaatnya karena lebih sering jadi ajang hura-hura dan kebut-kebutan kendaraan, bahkan sampai tawuran dan vandalisme.
"Kalau anda mau sahur bersama di masjid juga bisa. Enggak perlu kebut-kebutan. Anda ngajarin anak-anak jalanan sambil salat Subuh. Sambil sahur di masjid gitu. Kenapa sih mesti dibuat di jalanan sampai kebut-kebutan, bacok-bacokan," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (21/7/2014).
"Enggak perlu ngebut-ngebut begitu. Sebaiknya polisi nggak bolehin (ngelarang)," jelas Ahok lagi.
Pada 2017, Plt Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat juga melarang kegiatan sahur on the road selama bulan Ramadan. Menurutnya, kegiatan sahur harusnya dilaksanakan di masjid atau musala, bukan di jalan-jalan yang malah tidak bermanfaat.
"Instruksinya kita larang sahur on the road, kalau mau sahur, sahur aja di masjid, musala tempat masing-masing, tidak boleh di jalan," kata Djarot di Balai Kota, Jumat (26/5/2017).
"Karena apa? sahur on the road lebih banyak mudaratnya, tidak boleh," tegasnya.
Pada 2018, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno juga melarang kegiatan sahur on the road atau sahur di jalanan pada bulan Ramadan. Kegiatan sahur itu dinilai rawan terjadi kecelakaan.
"Kita imbau tidak dilakukan. Biarpun itu baik untuk berbagi, tapi rawan kecelakaan dan keselamatan berkendara," kata Sandi di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa, (8/5/2018).
Sesungguhnya, sahur di jalan itu tidak dilarang. Tapi, kalau dilakukan berombongan, berkonvoi pula, itu mesti mengikuti aturan yang berlaku. Jika tidak, itu bisa melanggar dengan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Perkapolri 10/2012, atau peraturan daerah.
Nah, di Jakarta, aturan yang bisa dipakai adalah Perda DKI Jakarta nomor 8 tahun 2007 tentang ketertiban umum. Karena ada pasal yang mengatur tentang larangan mengotori lingkungan dan pemberian makan kepada pengemis, serta harus ada izin keraiaman untuk setiap jalan umum.
Sedangkan dalam aturan lalu lintas, setiap aksi konvoi harus minta izin kepolisian untuk pengawalan. Aksi konvoi ini juga harus tertib dan tidak bisa asal melakukan penyetopan pengguna jalan lain.
Mari bijak dalam bersikap!