Masihkah Perang Tagar Efektif?

| 07 Jun 2018 15:43
Masihkah Perang Tagar Efektif?
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Pelaksanaan Pilpres 2019 masih hitungan bulan. Tetapi, hawa pertarungan politik sudah memanas sejak lama. Beberapa bulan terakhir, urusan tanda pagar alias tagar (#) ramai digunakan untuk menyerukan dukungan politik.

Para penentang Presiden Joko Widodo berbondong-bondong mengusung #2019GantiPresiden sebagai kampanye untuk mencegah terpilihnya kembali Jokowi di Pilpres 2019. Tagar tersebut diviralkan melalui sosial media, diaplikasikan dalam kaus, gantungan kunci, topi, bahkan digaungkan lewat sebuah lagu. 

Baca Juga: Charta Politika: Jokowi Unggul di Jabar, Jateng dan Jatim 

Tak mau kalah, para pendukung Jokowi membuat tagar tandingan berupa #DiaSibukKerja, #2019TetapPresiden, hingga #2019NantiPresiden untuk menyuarakan dukungan mereka pada sang petahana.

Melihat fenomena perang tagar ini, Pengamat Media Sosial Komunikonten Hariqo Wibawa Satria menyebut, tagar masih efektif digunakan apalagi di tahun-tahun politik. Menurut Hariqo, tagar penting lantaran hal itu jadi bagian dari kampanye yang bertujuan untuk membuat seseorang memikirkan figur pemimpin yang ingin diangkat.

"Perang tagar itu memang masih efektif. Sekiranya untuk semakin membuat figur yang kita tawarkan itu nempel dipikiran dari masyrakat," katanya saat dihubungi era.id, di Jakarta, Kamis (7/6/2018).

Apalagi, lanjut Hariqo, saat ini hampir seluruh masyarakat telah menguasai sosial media dan tak bisa lepas dari ponsel pintar. Kampanye melalui tagar dinilai kian efektif. 

Kendati begitu, tagar tidak akan mencapai trending topic (puncak teratas tagar) dan meningkatkan elektabilitas calon jika tidak dikaitkan dengan konten yang mendukung. Efek tagar lebih cepat sampai ke publik jika tagar dikaitkan dengan konten yang menarik, seperti prestasi calon. 

Hariqo menilai, baik tagar penentang maupun pendukung Jokowi, sama-sama tidak mempersiapkan konten dengan serius. Akibatnya, hal ini tak bisa tingkatkan elektabilitas calon. 

"Tagar itu baru berbunyi kalau disertai konten yang mendukung, selaras," ujar Hariqo.

"Untuk mencapai trending topic dari kedua tim (Jokowi maupun penentang Jokowi) ini tidak mempersiapkan konten dengan serius. Artinya konten-konten yang dikeluarkan tidak nyambung dengan tagarnya," sambungnya.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Universitas Islam Internasional Indonesia 

Paling penting, kata Hariqo, yang perlu diperhatikan adalah isu yang menyertai tagar. 

"Kencenderungan yang harus orang tahu adalah apa di balik tagar itu yang penting. Kadang-kadang tanpa tagar itu orang ngetwit lebih kuat (efeknya)," jelasnya. 

Rekomendasi