"Kita sudah ada surat edaran MA tidak berlaku lagi BPKP dalam menghitung kerugian negara jadi mengembalikan kepada negara," tutur Rullyandi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gunung Sahari, Senin (25/6/2018).
Dia merujuk pada Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016. Salah satu poinnya, SEMA tersebut menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang mendeklarasikan kerugian keuangan negara.
Menurut Rullyandi, secara tidak langsung penghitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP tidak berlaku atau tidak sah. Dalam kasus Suryadharma, menurut Rully, BPK belum pernah menyatakan adanya kerugian negara.
"Jadi ini mohon teman-teman BPK sendiri tidak pernah menyatakan ada kerugian negara dari atas penyelenggaraan haji, sehingga ini menjadi penilaian hakim di tingkat banding telah memberikan keputusan yg keliru," tutur Rullyandi.
SDA divonis bersalah dan telah melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010 hingga 2013. Ia juga terbukti bersalah dalam Dana Operasional Menteri (DOM) saat menjabat Menteri Agama. Dia pun divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tidak terima dengan putusan hakim, SDA mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Pengadilan Tipikor Jakarta memperberat pidana penjara Suryadharma Ali menjadi 10 tahun penjara dengan denda tetap.
Perbuatan dirinya telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.