KPK Segera Panggil Saksi Suap Proyek PLTU-1 Riau
“Saksi yang direncanakan akan diperiksa di akhir minggu ini, dari unsur BUMN dan sektor politik,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (17/7/2018).
Meski telah menyebut unsur saksi yang akan segera dipanggil, namun, Febri belum mau menyebutkan siapa saja yang akan dipanggil untuk dimintai keterangannya terhadap kasus yang menjerat anggota DPR RI Eni Maulani Saragih.
Selain akan memanggil para saksi, lembaga antirasuah ini juga telah menyita sejumlah bukti dari penggeledahan yang telah dilakukan di sejumlah tempat termasuk di kantor pusat PT PLN dan ruang kerja Eni Maulani Saragih di Gedung DPR RI. Adapun bukti yang disita oleh tim penyidik adalah kamera CCTV dan barang bukti elektronik lainnya.
"Cukup banyak dokumen terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang kami temukan di tiga lokasi yang digeledah. Termasuk dokumen yang menjelaskan skema kerja sama sejumlah pihak di kasus ini. Ada juga barang bukti elektronik yang diamankan di antaranya CCTV dan alat komunikasi (telepon selular)," ungkap Febri.
Sebelumnya, Eni yang merupakan wakil ketua Komisi VII DPR telah ditetapkan sebagai tersangka suap. Eni diduga menerima suap terkait kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Provinsi Riau.
Selain Eni, KPK juga telah menetapkan tersangka lainnya, yakni Johannes Buditrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited sebagai pihak pemberi.
Baca Juga: KPK Geledah Lima Tempat Terkait Kasus Eni Saragih
Eni diduga menerima uang Rp500 juta, yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari keseluruhan nilai proyek. "Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS," ujar Basaria.
Sebagai pihak penerima, Eni kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.