Aturan Ketukan Palu Sidang dan Sejarahnya, Cermati Perbedaan Tiap Ketukan
ERA.id - Satu benda paling ikonik dari persidangan adalah palu. Hakim atau pimpinan sidang menggunakan palu sebagai alat untuk "mengatur" jalannya persidangan. Terdapat aturan ketukan palu sidang yang perlu dipahami agar seseorang tidak bingung saat menjalani atau mengikuti persidangan.
Selain itu, ada kisah sejarah yang disebut menjadi awal mula penggunaan palu (gavel) dalam persidangan. Beberapa versi pun mengemuka. Perlu diketahui, kata gavel diambil dari bahasa Inggris abad pertengahan, gafol yang berarti ‘tribute’ atau ‘persembahan’.
Sejarah Palu Sidang
Persembahan yang dimaksud terkait arti kata gafol adalah upeti yang harus diberikan oleh satu pihak ke pihak yang lain. Dikisahkan, sejarah ini berasal dari Inggris. Dahulu, warga di Inggris tak hanya bisa menggunakan uang sebagai alat pembayaran. Upeti bisa juga berupa harga. Upeti juga bisa digunakan untuk membayar denda yang telah ditentukan oleh hakim persidangan.
Seperti disampaikan oleh seorang pengacara melalui laman media sosial Quora, sekitar tahun 1480-an, bunyi gebrakan meja atau bangku digunakan oleh hakim pengadilan di Inggris sebagai tanda untuk mengesahkan perjanjian pemberian upeti. Bunyi tersebut disebut gavel. Persidangan dinyatakan selesai saat juru sita di persidangan berkata, “Gavel is sounded.”
Lambat laun, aktivitas tersebut membuat tangan hakim mengalami luka. Akhirnya, hakim menggunakan palu dalam persidangan sehingga tidak perlu menggebrak meja menggunakan tangan secara langsung.
Namun, dalam kisah yang lain disebutkan bahwa pemerintah Inggris tidak menggunakan palu dalam persidangan. Dikutip Era dari judiciary.uk, dijelaskan bahwa meski banyak film yang menampilkan penggunaan palu dalam persidangan di Inggris zaman kuno, disebutkan bahwa pasa masa lalu Inggris sama sekali tidak menggunakan gavel.
Hal tersebut sesuai kutipan The Guardian yang berisi kritikan terhadap drama buatan BBC yang menampilkan penggunaan gavel (oleh hakim) dalam persidangan pemerintahan Inggris pada masa lampau.
Bisa dibilang, pertama kali gavel terlihat adalah saat Wakil Presiden John Adams menggunakan palu sebagai pemanggil untuk memberikan perintah di Senat AS, tepatnya pada musim semi 1789 abad ke-18 di New York, Amerika Serikat.
Setelah itu, palu persidangan menjadi perwakilan deklarasi pembukaan dan penutupan proses persidangan, penanda disepakatinya sebuah keputusan, dan menjaga ketertiban persidangan.
Aturan Ketukan Palu Sidang
Secara umum, palu sidang terbuat dari kayu mahoni atau kayu keras lain yang tahan banting. Palu memiliki tangkai pegangan sepanjang 20 cm hingga 25 cm. Diameter pegangan sekitar 2 cm hingga 3,5 cm. Panjang kepala palu sekitar 8 cm hingga 10 cm dan berdiameter 10 cm hingga 12 cm.
Selain itu, terdapat aturan dalam pengetukan palu. Secara umum, pimpinan sidang mesti mengangkat kepala palu setinggi 10 cm hingga 15 cm dari bantalan yang ada di atas meja. Sudutnya pengangkatan palu sekitar 50 hingga 60 derajat. Jumlah pukulan palu ada beberapa jenis dengan arti yang berbeda-beda pula. Berikut adalah aturan ketukan palu sidang pleno, seperti diunggah Sintha Nurfitriani dalam Scribd.
1. Satu ketukan
a. Mengesahkan keputusan/kesepakatan peserta sidang poin per poin (keputusan sementara).
b. Membatalkan/mencabut ketukan sebelumnya yang dinilai keliru (PK).
c. Menskors peserta sidang.
2. Dua ketukan
a. Menerima atau menyerahkan kepemimpinan sidang
b. Menghentikan sidang sementara/waktu yang cukup lama, misalnya lobyying atau menskors
3. Tiga ketukan
a. Membuka dan menutup persidangan.
b. Mengesahkan keputusan akhir hasil sidang.
4. Lebih dari tiga ketukan
Menenangkan peserta sidang jika forum tidak terkendali. Ketukan ini dilakukan jika setelah diingatkan, peserta sidang masih tidak kondusif dan mengetuk dengan gagang palu.
Itulah sejarah dan aturan ketukan palu sidang. Secara umum, aturan ketukan palu jenis persidangan selain sidang pleno juga menggunakan aturan ketukan tersebut.