Selain Ancaman Pidana Menghina Presiden, Berikut Ini Hasil Perubahan Draf RKUHP
ERA.id - Beberapa waktu lalu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan yang ada di dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Salah satu poin dalam aturan tersebut adalah ancaman pidana menghina presiden.
Kemenkumham sudah menyerahkan draf terbaru RKUHP kepada Komisi III DPR. Dibandingkan draf yang diserahkan pada 6 Juli 2022, terdapat beberapa hal baru dalam draf RKUHP tertanggal 9 November 2022, salah satunya terkait penjelasan dari penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 218.
“Yang dimaksud dengan ‘menyerang kehormatan atau harkat martabat diri’ merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah,” bunyi penjelasan aturan tersebut.
Ancaman Pidana Menghina Presiden dalam RKUHP Terbaru
Berdasarkan ketentuan Pasal 218 RKUHP, tindakan menyerang kehormatan atau harkat martabat diri presiden dan wakil presiden diancam dengan pidana 3 tahun penjara. Dibandingkan dengan draf RKUHP sebelumnya, ancaman pidana mengalami penurunan. Sebelumnya, tindakan memfitnah dan menista presiden dan wakil presiden terancam pidana 3,5 tahun penjara.
Selain itu, draf terbaru memuat penjelasan bahwa pasal tersebut merupakan delik aduan dengan ketentuan harus dilaporkan langsung oleh presiden atau wakil presiden kepada penegak hukum.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan bahwa draf RKUHP terbaru lahir dari hasil aspirasi masyarakat.
"Ini betul-betul berdasarkan masukan dari hasil dialog publik," terang Omar Sharif Hiariej, dikutip Era dari Medcom.id.
Dia menjelaskan, dialog publik telah dilaksanakan di 11 kota di Indonesia, yaitu Medan, Padang, Bandung, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Samarinda, Makassar, Manado, Ternate, dan Sorong.
“Mulai dari Medan 20 September, dan kemudian terakhir di Sorong pada tanggal 5 Oktober,” jelasnya.
Perubahan Draf RKUHP
Terkait draf terbaru RKUHP, terang Omar, draf RKUHP tertanggal 9 November berisi 627 pasal. Sementara, draf RKUHP tertanggal 6 Juli 2022 berisi 632 pasal. Dijelaskan pula bahwa perubahan dilakukan berdasarkan masukan dari masyarakat.
"Jadi RKUHP versi 9 November 2022 mengadopsi 53 masukan-masukan masyarakat dalam batang tubuh dan penjelasan," terangnya.
Masukan-masukan masyarakat dikelompokkan menjadi empat bagian. Pertama, reformulasi pada beberapa pasal terkait agama, menambahkan kata kepercayaan. Reformulasi juga terjadi pada frasa “pemerintah yang sah”. Kata “sah” dihapus sehingga menjadi kata “pemerintah”.
Poin kedua, satu pasal ditambahkan terkait perbaikan draf revisi KUHP. Draf terbaru memuat aturan soal tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
"Ini sebagai salah satu bentuk harmonisasi dan sinkronisasi, karena kita telah memiliki UU TPKS," jelasnya.
Poin ketiga, penghapusan lima pasal, seperti pasal terkait penggelandangan, pasal terkait unggas dan ternak yang melewati kebun, serta dua pasal bidang lingkungan hidup. Poin keempat, reposisi. Hal tersebut dilakukan terhadap ketentuan tindak pidana pencucian uang.
"Direposisi dari 3 pasal menjadi 2 pasal tanpa adanya perubahan substansi," tandasnya.
Itulah beberapa perubahan terhadap draf RKUHP. Salah satu poin yang disorot dalam draf ini adalah perubahan ancaman pidana menghina presiden.