Tamu Pernikahan Kaesang dan Erina Dilarang Pakai Batik Parang Lereng, Ini Sejarah dan Makna di Baliknya
ERA.id - Acara tasyakuran pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono akan digelar pada Sabtu, 10 Desember 2022. Dalam acara yang digelar di Puro Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, itu para tamu dilarang mengenakan batik parang lereng.
Hal tersebut disampaikan oleh Wali Kota Solo sekaligus juru bicara pernikahan Kaesang-Erina, Gibran Rakabuming Raka. Dia menyampaikan informasi tersebut di Balai Kota Solo.
"Untuk masuk pura nggak boleh ada parang lereng. Itu aturan dari Kanjeng Gusti (KGPAA Mangkunegara X, Bhre Cakrahutomo Wirasudjiwo)," terang anak pertama Presiden Joko Widodo tersebut, Senin, 5 Desember, dilansir CNN Indonesia.
Kenapa Batik Parang Lereng Tak Boleh Masuk?
Sebagian orang bertanya-tanya alasan dari tidak bolehnya batik parang atau lereng digunakan dalam acara tersebut. Larangan ternyata berasal dari Puro Mangkunegaran, tempat penyelenggaraan acara tasyakuran pernikahan Kaesang dan Erina.
Dikutip Era dari Goodnewsfromindonesia.id, parang merupakan salah satu motif batik tertua. Parang berasal dari kata pereng, artinya adalah ‘lereng’. Pereng atau perengan merepresentasikan garis menurun secara diagonal.
Parang merupakan motif batik yang telah ada sejak zaman Keraton Kartasura. Bentuk dari motif batik ini berupa susunan motif seperti huruf “S” tanpa terputus.
Konon, motif parang lereng dibuat oleh Sultan Agung Hanyakrakusumo. Inspirasi penciptaan motif tersebut adalah ombak yang bergulungan. Hal tersebut didapatkan saat Sultan Agung melakukan meditasi di pantai selatan.
Dilansir situs Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Sultan Agung Hanyokrokusumo merupakan raja Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1613—1645.
Pada masa Mataram Islam, motif parang hanya boleh digunakan oleh para raja dan keturunannya (sentana). Namun, seiring waktu berjalan, masyarakat juga menggunakan batik dengan motif parang. Setelah masa kemerdekaan Indonesia, aturan penggunaan motif batik tersebut mengalami pelonggaran.
Meski demikian, motif parang masih menjadi motif yang ditinggikan di lingkungan Keraton Surakarta, Yogyarakta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.
Makna Motif Batik Parang
Motif parang bukan hanya menjadi salah satu motif batik tertua, tetapi juga mengandung makna yang mendalam. Motif tersebut melambangkan petuah untuk tidak pernah menyerah. Hal tersebut layaknya ombak di lautan yang tak pernah berhenti bergerak.
Selain itu, motif bataik parang memiliki makna jalinan yang tidak pernah terputus. Hal tersebut tampak dari bentuk seperti “S” yang tak terputus. Jalinan tak terputus tersebut berkaitan dengan upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, dan jalinan kekeluargaan.
Garis diagonal menjadi lambang penghormatan dan cita-cita, serta kesetiaan terhadap nilai yang sebenarnya. Pola parang memiliki dinamika yang disebut sebagai lambang ketangkasan, kewaspadaan, dan kontituinitas antarpekerja.
Itulah beberapa informasi mengenai batik parang lereng. Jika Anda adalah salah satu orang yang menerima undangan untuk datang ke acara tasyakuran pernikahan Kaesang-Erina, sebaiknya hal tersebut dipahami.