Selat Solo, Sejarah Penamaan dan Perbedaannya dengan Steak

ERA.id - Pernahkah Anda memakan selat Solo? Ini merupakan makanan layaknya steak, tetapi telah dimodifikasi agar sesuai dengan lidah raja-raja Kasunanan Solo. Dengan kata lain, ini adalah makanan yang menggunakan bahan utama daging sapi.

Namun, kenapa makanan ini diberi nama selat? Apakah ada hubungannya dengan laut? Untuk mengenal lebih jauh mengenai kuliner ini, simak penjelasan berikut, dikutip Era dari indonesia.go.id.

Apa Itu Selat Solo?

Dalam KBBI, selat disebut sebagai makanan khas Solo berupa olahan daging sapi yang digoreng, diberi kuah berbumbu rempah seperti cengkih, pala, dan kayu manis, ditambah merica, kecap manis, dan garam, disajikan dengan telur rebus, kentang goreng, tomat, daun selada, buncis, dan kadang diberi mayones.

Selat Solo disajikan dengan berbagai sayuran (indonesia.go.id)

Selat solo memiliki saus berwarna cokelat. Warna tersebut berasal dari penggunaan kecap manis. Rasa dari selat Solo adalah didominasi oleh manis, gurih, dan asam.  

Selat Solo memiliki kisah sejarah terkait kemunculannya. Pada masa kolonial, orang-orang Eropa yang datang ke Nusantara tidak hanya mengeruk hasil bumi Tanah Air. Mereka juga membawa bahan makanan serta teknik memasak kuliner Eropa.

Salah satu tempat yang didatangi oleh bangsa Eropa ini adalah wilayah Kasunanan Surakarta. Meski demikian, tidak semua makanan gaya Eropa bisa langsung diterima oleh lidah bangsawan Kasunanan Surakarta. Budaya lokal dan selera berpengaruh terhadap hal tersebut.

Masyarakat Jawa lebih terbiasa dengan makanan yang manis. Ketika makanan dari Eropa datang—dalam hal ini steak—modifikasi dilakukan untuk disesuaikan dengan selera kaum ningrat Kasunanan Surakarta. Untuk memberikan cira rasa manis pada steak, digunakanlah kecap manis untuk menggantikan kecap Inggris dan mayones.

Asal Nama Selat Solo

Selat Solo adalah makanan berupa merupakan perpaduan bistik dan salad. “Bistik” berasal dari bahasa Belanda biefstuk, dalam istilah bahasa Inggris berarti ‘steak’. Kemudian, kata “selat” berasal dari kata slachtje yang artinya ‘salad’.

Di Eropa, steak berupa sajian daging berukuran besar dan steak kadang dimasak setengah matang. Bangsawan Kasunanan Surakarta ketika itu tidak terbiasa menyantap daging yang diolah seperti itu. Modifikasi pun akhirnya dilakukan.

Daging sapi yang seharusnya berupa potongan besar diubah menjadi daging sapi cincang yang dicampur sosis, telur, dan tepung roti. Campuran bahan-bahan tersebut kemudian dibentuk seperti lontong dan dibungkus dengan daun pisang.

Setelah itu, campuran bahan tersebut dikukus hingga matang—tidak setengah matang—dan didiamkan hingga dingin. Kemudian, daging tersebut diiris tebal dan digoreng dengan sedikit margarin.

Penyajian Selat Solo

Penyajian selat Solo mengikutsertakan beberapa jenis sayuran, yaitu wortel rebus, buncis rebus, tomat, dan daun selada. Kentang goreng melengkapi makanan tersebut agar memberikan rasa kenyang. Saus mustard biasanya dituangkan di atas daun selada. Selat Solo juga memiliki ciri berupa kehadiran telur rebus.

Mirip dengan steak, selat Solo ditaburi lada hitam bubuk yang butirannya kasar sehingga ada sensasi pedas. Sementara, aroma pala akan tercium dari saus yang digunakan. Keunikan lain dari selat Solo adalah penyajian dalam keadaan dingin, bukan panas layaknya steak.