Alasan Perayaan Natal Kristen Ortodoks Tanggal 7 Januari

ERA.id - Jemaat gereja Kristen Ortodoks merayakan Natal setiap tanggal 7 Januari. Waktu perayaan Natal Kristen Ortodoks berbeda dengan Katolik dan Protestan pada umumnya (25 Desember) karena perbedaan kalender yang dianut.

Sekitar 12 persen umat kristiani dunia merayakan Natal pada waktu tersebut. Mayoritas masyarakat yang merayakan adalah umat Kristen Ortodoks di Rusia, Yunani, Etipopia, Mesir, dan lain-lain.

Namun, bagaimana perayaan Natal tersebut bisa berbeda hingga waktu yang cukup lama? Simak penjelasan berikut ini untuk memahaminya, dikutip Era dari National Geographic.

Perayaan Natal Kristen Ortodoks Berbeda karena Kalender

Waktu pasti kelahiran Yesus tidak diketahui. Namun, umat kristiani zaman dahulu telah memiliki kesepatakan mengenai waktu tersebut.

Ketidaksepakatan mengenai waktu kelahiran Yesus dimulai pada tahun 325 M, yaitu saat sekelompok uskup Kristen mengadakan konferensi untuk membahas persoalan doktrin agama.

Perempuan di Gereja Ortodoks (freepik)

Salah satu agenda terpenting dari Konsili Nikea I adalah pembakuan tanggal hari raya gereja terpenting, yaitu Paskah. Mereka memutuskan untuk menggunakan kalender Julian sebagai dasarnya. Kalender Julian adalah kalender Matahari yang diadopsi oleh penguasa Romawi, Julius Caesar, pada tahun 46 SM atas nasihat astronom Mesir, Sosigenes.

Meski demikian, terdapat masalah dalam perhitungan Sosigenes. Perhitungan panjang tahun Matahari lebih panjang sekitar 11 menit. Akibatnya, penanggalan dan tahun Matahari menjadi tidak sinkron seiring berjalannya waktu.

Pada 1582, Paus Gregorius XIII prihatin karena tanggal-tanggal hari raya Kristen yang penting begitu banyak berubah atau bergeser. Dia kemudian mengumpulkan sekelompok astronom dan mengusulkan kalender baru, yaitu kalender Gregorian.

Kalender ini dinilai telah berhasil menjawab berbagai masalah rumit yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Sebagian besar umat kristiani dunia mengadopsi kalender tersebut.

Meski demikian, gereja Ortodoks tidak setuju dengan penggunaan kalender Gregorian. Terdapat beberapa perpecahan antara gereja Ortodoks dengan Katolik. Pada tahun 1054-an, terjadi perpecahan dan Kristen Ortodoks menjadi cabang kekristenannya sendiri.

Umat ​​Kristen Ortodoks tidak mengakui Paus sebagai pemimpin gereja, menolak konsep api penyucian, dan tidak setuju dengan asal-usul Roh Kudus. Itu adalah beberapa contoh dari berbagai perbedaan yang menjadi latar belakang terpecahnya Katolik Roma dengan Kristen Ortodoks.

Jika Kristen Ortodoks mengikuti koreksi kalender dari Paus Gregorius, berarti mereka juga menerima tumpang tindih antara Passover dan Easter. Oleh sebab itu, Gereja Ortodoks menolak kalender Gregorian. Mereka tetap menggunakan kalender Julian.

Hal tersebut terus dilakukan selama berabad-abad sehingga pergeseran terus berlanjut. Pada 1923, terdapat perbedaan 13 hari antara kalender Julian dengan Kalender Gregorian. Hal tersebut membuat Natal jatuh pada 13 hari setelah 25 Desember.

Persoalan Kalender Ortodoks

Bagaimana gereja-gereja Ortodoks mengatasi krisis kalender yang mereka alami? Pada Mei 1923, sejumlah pemimpin Kristen Ortodoks melakukan pertemuan untuk membahas masalah tersebut.

Kongres Pan-Ortodoks diadakan di Konstantinopel dan mengumpulkan delegasi dari gereja-gereja di beberapa wilayah, yaitu Konstantinopel, Siprus, Yunani, Rumania, Rusia, dan Serbia.

Dalam pertemuan tersebut diskusi memanas. Menurut Aram Sarkisian, sejarawan, Gereja Rusia ditekan untuk mengadopsi kalender Gregorian oleh kaum Bolshevik yang telah meninggalkan kalender Julian setelah Revolusi Rusia dimulai. Bagi gereja-gereja yang keberadaannya terancam di bawah kekuasaan Komunisme, revisi atau penyesuaian kalender bukan hanya masalah agama, tetapi juga persoalan kelangsungan hidup.

Dalam konferensi tersebut, Milutin Milanković, ilmuwan asal Serbia, memberikan usulan solusi. Hal tersebut adalah versi baru kalender Julian yang memiliki tanggal yang sama dengan kalender Gregorian—meski tidak setiap tahun kabisat.

Kalender Julian yang telah direvisi tersebut diadopsi beberapa gereja Ortodoks, seperti gereja-gereja di Yunani, Siprus, dan Rumania. Saat ini perayaan Natal Kristen Ortodoks gereja-gereja tersebut dilakukan pada 25 Desember. Meski demikian, gereja Kristen Ortodoks yang lain, seperti Rusia dan Mesir, tetap menolaknya.