Jakarta, era.id - Barangkali, cuma para guru TK Kartika V 69 di Sidoarjo, Jawa Timur yang tahu alasan di balik penyelenggaraan karnaval bocah berjubah dan bercadar hitam pada Sabtu (18/8) lalu. Jangan tanya bocah-bocahnya, sebab mereka pasti enggak tahu apa-apa. Selalu begitu. Seperti beberapa serangan bom di Surabaya beberapa bulan lalu yang melibatkan anak-anak enggak berdosa sebagai
bomber.Bukan, kami bukan menyebut karnaval tersebut sebagai aksi yang sama. Kami tahu betul, kegiatan yang digelar di sepanjang jalur protokol Kota Probolinggo --mulai dari Jalan Panglima Sudirman hingga Alun-alun Kota Probolinggo-- itu merupakan aksi hepi-hepi yang menandai peringatan HUT ke-73 Republik Indonesia.
Apalagi mendengar penjelasan Hartatik, Kepala Sekolah TK Kartika V 69 yang menyebut konsep yang mereka usung sejatinya adalah cara untuk merefleksikan perjuangan Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan tema yang mereka angkat: Perjuangan Bersama Rosulullah untuk Meningkatkan Iman dan Taqwa. Bisa apa kami selain berpikir positif bahwa sekolah ini betul-betul enggak bermaksud menyisipkan muatan radikal dalam pawai itu.
Lagipula, Hartatik sudah mengakui kesalahannya dan menyatakan pihaknya cuma memanfaatkan stok seragam hitam-hitam plus cadar di dalam gudang sekolah. Biar enggak perlu repot dan mengeluarkan biaya untuk pengadaan seragam baru, gitu. "Untuk menghemat beban biaya wali muridnya ... Bukan menunjukkan hal yang berbau teroris yang dimaksud warganet, saya minta maaf kalau memang saya salah," ujar Hartatik sebagaimana ditulis Antara.
Tapi, seperti sudah kami singgung di atas, bahwa radikalisme dan aksi terorisme kini betul-betul sudah menyeret anak-anak enggak berdosa ke dalam pusaran kesesatannya. Maka, andai pawai anak-anak TK bercadar dan berjubah hitam ini adalah sebuah kesalahan, maka ini adalah salah satu kesalahan paling ceroboh sekaligus paling destruktif dalam dunia pendidikan.
Komisi Pemilihan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti peristiwa ini. Bagi KPAI, sederhana saja: segala alasan yang dituturkan pihak sekolah enggak bisa dijadikan pembenaran. Lagipula, sejak awal, konsep yang diusung pihak sekolah sudah enggak tepat. Bagi KPAI, peringatan HUT RI harusnya memuat nilai-nilai khasanah budaya Indonesia.
"KPAI menyayangkan alasan pihak Sekolah mengangkat tema “bersama perjuangan Rasullullah, kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT” sebagai pembenaran pemakaian atribut yang biasa dilekatkan kepada kelompok ISIS padahal kegiatan yang sedang diselenggarakan adalah Pawai Budaya dalam Rangka HUT RI ke-73," ungkap Ketua KPAI, Susanto dalam rilisnya.
Lebih lanjut, Susanto meminta otoritas terkait mendalami kejadian ini. Maksudnya, betul memang pihak sekolah sudah memaparkan alasan-alasannya, tapi buat KPAI, tetap saja banyak hal yang terdengar masih amat janggal. Soal stok seragam jubah hitam dan cadar misalnya. "Kok bisa sekolah menyediakan seragam cadar dalam jumlah banyak?" singgung Susanto.
Atau alasan spontanitas yang dikatakan pihak sekolah. Menurut Susanto, pawai tersebut enggak mungkin dilakukan tanpa persiapan. "Kegiatan seperti ini tak bisa dibenarkan dengan alasan inisiatif yang spontan namun sesungguhnya membutuhkan persiapan yang matang sehingga dilakukan dengan sadar dan penuh tanggung jawab," kata Susanto.
Otoritas menjawab
Soal kontroversi pawai ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah melakukan penelusuran. Dari penelusuran itu, Kemendikbud mendapati kesimpulan bahwa enggak ada yang istimewa dari pawai tersebut. "Setelah saya turun langsung dan mengecek di lapangan, sebenarnya karnaval anak-anak TK itu tidak ada yang luar biasa," kata sang menteri, Muhadjir Effendy yang memimpin langsung tim.
Menurut pandangan Muhadjir, pawai budaya tersebut tergolong masuk akal, karena secara luas tema yang diusung dalam pawai itu adalah mengangkat perjuangan umat Islam dalam merebut kemerdekaan bangsa. Lagipula, kata Muhadjir, anak-anak bercadar dan berjubah hitam itu cuma bagian kecil dari pawai yang melibatkan banyak TK dan PAUD se-Probolinggo itu.
Muhadjir menganggap ada kesalahpahaman yang muncul dari video yang jadi viral. Dalam video itu, keberadaan anak-anak berjubah dan bercadar itu sangat ditekankan hingga seakan jadi gambaran utama dari pawai yang diselenggarakan. Padahal, selain anak-anak berjubah dan bercadar hitam dari TK Kartika V 69, ada juga anak-anak lain yang membawa bendera merah putih, miniatur kakbah, dan unsur lain yang menggambarkan semangat ke-Indonesiaan.
Meski begitu, Muhadjir sepakat ada kekeliruan yang dilakukan pihak sekolah. Menurutnya, usia anak-anak yang dilibatkan dalam pawai jubah dan cadar hitam itu masih terlalu dini untuk diperkenalkan dengan hal-hal semacam itu. "Kalau memang belum waktunya dikenalkan properti itu, sebaiknya dipertimbangkan masak-masak lebih dulu," kata Muhadjir.
Sadar akan bahayanya paham radikal buat anak-anak, Kementerian Sosial (Kemensos) pun bergerak. Melalui Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak, Kemensos melakukan pendampingan kepada para siswa yang terlibat dalam pawai jubah dan cadar hitam itu. Buat Kemensos, kondisi psikis anak-anak yang dilibatkan dalam pawai itu sangat penting untuk diperhatikan.
Bersinergi dengan Satuan Bakti Pekerja Sosial Program Kesejahteraan Sosial Anak (Sakti Peksos PKSA), Kemensos ingin mengetahui kondisi psikis para siswa usai mengikuti pawai. "Tujuannya mengetahui kondisi psikis para siswa usai mengikuti pawai di mana foto mereka kemudian viral di dunia maya," kata Efla Secioria Paramitasari dari Sakti Peksos PKSA sebagaimana ditulis Detikcom.
Kami enggak paham sih sejauh mana kebenaran atau kesalahan dari nilai yang terkandung dalam pawai itu. Yang jelas, semua rasanya sepakat, melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang menyerempet hal-hal sensitif semacam ini amat berisiko. Gambaran nyata sudah terpampang dalam peristiwa pengeboman di Surabaya beberapa waktu lalu. Jadi, masih mau berlaku sembarang, membiarkan anak-anak bersinggungan dengan hal-hal mengerikan semacam ini?
Tag:
viral anak nonton porno
radikal