Penyidik KPK Periksa Adik Hatta Rajasa

Jakarta, era.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN-Perubahan tahun anggaran 2018. Dalam kesempatan ini, KPK melakukan pemeriksaan terhadap adik dari Hatta Rajasa yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PAN Achmad Hafisz Tohir.

Usai turun dari lantai dua ruang penyidik KPK, Hafisz berusaha menghindari kejaran awak media. Ia langsung keluar dari Gedung Merah Putih KPK dan menuju ke Hotel Royal Kuningan. Namun, sambil berjalan, Hafisz bilang kalau ia diperiksa terkait mekanisme kerja anggota Komisi XI DPR RI.

"(Diperiksa) terkait mekanisme kerja di Komisi XI dan saya sudah jelaskan tadi bagaimana jalur kerja dan alur kerja di Komisi XI," kata Hafizs kepada wartawan di depan Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (27/8/2018).

Dalam kesempatan itu, politikus PAN ini juga menyebut kalau Komisi XI DPR RI tak membahas soal dana alokasi khusus (DAK). Komisi yang membidangi soal keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, lembaga keuangan bukan bank ini, kata Hafisz, lebih membahas soal asumsi makro dan anggaran kementerian.

Selain itu, saat ditanya apakah dirinya pernah kenal dengan Amin Santono yang merupakan anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat, Hafisz membantah. Menurutnya, ia hanya kenal dengan Amin di dalam komisi itu saja.

"Saya enggak kenal beliau. Saya tahu antar komisi saja. Enggak, enggak pernah ketemu," tutupnya.

Supaya kamu tahu, dalam kasus ini, KPK resmi menetapkan politikus Partai Demokrat Amin Santono, Eka Kamaluddin, Ahmad Ghiast dan Yaya Purnomo sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Keempat orang tersebut terlibat dalam korupsi penerimaan hadiah atau janji secara bersama-sama terkait usulan dana Perimbangan Keuangan Daerah pada RAPBN-P Tahun Anggaran 2018. Amin yang merupakan anggota DPR diduga menerima uang sebesar Rp400 juta dari Ahmad Ghiast yang merupakan pengusaha saat operasi tangkap tangan (OTT) di Halim, Jakarta.

Sebelumnya, KPK menduga Amin telah menerima uang sebesar Rp100 juta lewat transfer kepada Eka. Uang tersebut merupakan bagian komitmen fee 7 persen atau Rp 1,7 miliar dari total fee 2 proyek di Sumedang dengan total nilai sekitar Rp25,85 miliar.

Atas perbuatan tersebut Amin Santono, Eka Kamaluddin, dan Yaya Purnomo diduga sebagai penerima dan dijerat Pasal 12 huruf a atau B atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi. Sedangkan Ahmad Ghiast sebagai pemberi dijerat Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.

Tag: kpk korupsi bakamla