Hakim Vonis Bebas Dua Terdakwa Korupsi Bansos Kebakaran di Bima, Kok Bisa?
ERA.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Nusa Tenggara Barat menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa korupsi pemotongan dana bantuan sosial (bansos) kebakaran tahun 2020, Senin.
Dua terdakwa yang mendapatkan vonis bebas tersebut adalah Ismud, mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima Ismud dan Sukardin yang berperan sebagai pendamping penyaluran dana bansos.
"Menyatakan Ismud tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum sehingga dengan ini membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan," kata Ketua majelis hakim Mukhlasuddin membacakan putusan untuk terdakwa Ismud dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram dikutip dari Antara Senin (17/4/2023).
Dengan menyatakan terdakwa bebas dari segala dakwaan, hakim memerintahkan penuntut umum untuk mengeluarkan Ismud dari tahanan serta memulihkan harkat dan martabat terdakwa sebagai warga negara.
Putusan demikian juga diberikan kepada Sukardin. Pembacaan vonis untuk Sukardin disampaikan usai sidang vonis Ismud.
Penuntut umum sebelumnya meminta hakim agar menjatuhkan pidana hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada kedua terdakwa.
Jaksa menuntut hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 dan 12e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain kedua terdakwa, lebih dahulu vonis bebas diberikan kepada mantan Kepala Dinsos Kabupaten Bima Andi Sirajudin.
Hakim dalam sidang putusan Andi Sirajudin juga menyatakan seperti putusan kedua terdakwa, yakni membebaskan Andi Sirajudin dari segala dakwaan penuntut umum.
Jaksa penuntut umum sebelumnya meminta hakim menjatuhkan pidana hukuman terhadap Sirajudin selama 3 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menuntut hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 dan 12e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa pun sebelumnya menjelaskan perihal awal mula perkara korupsi ini terungkap, yakni dari adanya keluhan penerima manfaat bansos dalam program penyaluran pada tahun 2021.
Penerima manfaat dari bantuan ini berasal dari kalangan korban bencana kebakaran di Kabupaten Bima pada tahun 2020 sebanyak 258 kepala keluarga yang tersebar di 6 desa.
Setiap penerima mendapatkan bantuan dana dari kementerian secara langsung ke rekening pribadi masing-masing. Total dana yang disalurkan Rp5,4 miliar.
Anggaran diterima dalam dua tahap, 60 persen untuk tahap pertama, sisanya diberikan dengan syarat penerima harus membuat surat pertanggungjawaban (SPJ).
Dari pemeriksaan penerima manfaat dengan jumlah 258 orang, terungkap adanya pemotongan dana bansos dari Dinsos Kabupaten Bima dengan nominal bervariasi. Pemotongan terjadi ketika penerima mencairkan dana bansos melalui pihak perbankan.
Menurut keterangan penerima, pihak dinsos melakukan pemotongan dengan alasan untuk biaya administrasi. Nilai potongan cukup beragam, mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1,2 juta per penerima.
Dalam perkara ini pun jaksa menguraikan peran masing-masing terdakwa dengan berawal dari
laporan terdakwa Sukardin selaku pendamping kepada Andi Sirajudin, Kepala Dinsos Kabupaten Bima terkait penerima yang tidak bisa membuat SPJ.
Sebagai kepala dinas, Andi pun memerintahkan Sukardin untuk memotong dana bansos dari para penerima bantuan sebagai biaya administrasi pembuatan SPJ. Pemotongannya bervariasi. Bagi rumah yang rusak ringan, dipotong Rp500 ribu, rusak sedang Rp800 ribu, dan rusak berat Rp1,2 juta.
Dari pemotongan itu, Sukardin berhasil mengumpulkan Rp105 juta. Hasil pemotongan kemudian disetorkan ke Andi Sirajudin dan Ismud.
Dari dana yang terkumpul, jaksa pun menguraikan bahwa Andi Sirajudin menerima Rp23 juta dan Ismud Rp32 juta. Sisanya Rp50 juta diambil Sukardin.
Dengan uraian tuntutan demikian, hakim menyatakan bahwa tidak ada fakta yang berkaitan dengan bukti ketiga terdakwa menerima uang hasil pemotongan.
Uang Rp105 juta itu pun dinilai hakim sebagai bentuk keihklasan usai para penerima secara resmi dana bantuan masuk ke rekening masing-masing.