Polemik Panji Gumilang dan Pesantren Al-Zaytun di Tengah Tudingan Aliran Sesat
ERA.id - Panji Gumilang bercerita ke Dahlan Iskan awalnya ingin memakai nama At-Tin untuk pesantren yang akan ia bangun di Gantar, sebuah kecamatan kecil di pelosok Indramayu. Sayang, Ibu Tien Soeharto keburu memakai nama itu buat masjid di Taman Mini. Panji akhirnya memilih nama Al-Zaytun. Nama itu lalu tersohor dengan reputasinya yang “miring”. Berkali-kali, bertahun-tahun, rumor-rumor tak sedap selalu timbul-tenggelam menyertainya.
Bukan hal baru Al-Zaytun dianggap sesat. Pengalaman pribadi saja, sekitar tahun 2007, menjelang saya lulus SD, orang-orang Al-Zaytun datang ke sekolah saya di Lebak Bulus, Jakarta, dan bikin acara pembekalan buat anak-anak kelas 6. Mereka menyiapkan presentasi yang mantab, menyetel video penampakan pesantren yang luas lengkap dengan peternakan di dalamnya. Intinya, mereka sedang promosi.
Tak ada satu pun kawan seangkatan yang lanjut sekolah di sana karena beredar rumor antar wali murid kalau pesantren itu mengajarkan aliran sesat. Selain itu, konon biaya masuknya seharga seekor sapi. Isu itu lalu menguap begitu saja, saya lupa, teman-teman lupa, orang-orang lupa. Lalu sekitar tahun 2011, nama Al-Zaytun kembali mencuat setelah disebut-sebut terlibat dalam jaringan Negara Islam Indonesia (NII).
Berturut-turut setelahnya banyak rumor berantai menerpa Al-Zaytun. Waktu itu media sosial belum semapan sekarang. Cerita-cerita bawah tanah hanya beredar di forum-forum online seperti Kaskus. Banyak pengakuan mengejutkan dibeberkan mereka yang mengaku alumni Al-Zaytun. Pesantren itu dituding mengajarkan zina hingga santri-santrinya dicuci otak.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan sudah membentuk tim khusus untuk investigasi Al-Zaytun pada 2002. Dan sejak 20 tahun lalu, berdasarkan hasil temuannya, MUI menyimpulkan Al-Zaytun harus diselamatkan. Namun, pesantren itu masih tetap eksis hingga hari ini, 24 tahun sejak pertama kali diresmikan pada 1999 silam.
Menurut pengakuan sang pendiri, Panji Gumilang, perputaran uang di Al-Zaytun mencapai Rp500 miliar setahun. Ia juga terang-terangan menyebut dapat bantuan dana dari pemerintah sebesar Rp43 miliar tahun ini. “Semua ini jumlah yang kita dapatkan dari negara, itu jumlahnya 36,6 persen dari anggaran setahun,” ucapnya dalam tayangan di kanal YouTube Al-Zaytun, Selasa (20/6/2023).
Thohir, warga Gantar yang tinggal sekitar seperempat jam dari Al-Zaytun, berkata bahwa pesantren di kampungnya itu sudah besar sejak pertama kali berdiri. Yang meresmikannya bukan sembarang orang, tak lain presiden saat itu, Habibie. “Rasa-rasanya, tiap hari selalu bangun lagi, bangun lagi,” ceritanya kepada ERA, Jumat (23/6/2023).
Namun, bagi masyarakat Gantar, Al-Zaytun ibarat istana megah di tengah belantara hutan yang bisu. Ia ada di sana, tapi tak terjangkau warga sekitar, termasuk Thohir. Al-Zaytun seakan mengisolasi diri dan membangun kerajaan di dalam gerbangnya. “Paling-paling singgungan sama masyarakat ya pas lebaran kurban, itu saya masih sering kebagian daging,” ujar Thohir. Selebihnya, mereka jarang bersosialisasi.
Rumor pun beredar dari mulut ke mulut warga Gantar. Thohir punya seorang teman anggota Ansor yang mertuanya bekerja di Al-Zaytun. Sewaktu masih zaman pacaran dulu, calon mertuanya tampak biasa-biasa saja. Namun, setelah menikah, bapak mertuanya itu mengajaknya bergabung ke Al-Zaytun.
“Semacam kaderisasi, saya dikirimi materinya sama teman saya,” ujar Thohir. “Mirip-mirip HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), arahnya ke politik. Ada fatwa selain anggota Al-Zaytun itu fasik.”
Thohir lalu tertawa. Waktu saya tanya kenapa, ia menjawab singkat, “Makanya saya bingung Kang pas Panji Gumilang ngaku-ngaku Sukarnois.”
Lagu lama yang kembali diputar
Al-Zaytun lagi-lagi ramai sehabis lebaran kemarin. Video salat berjamaah di masjidnya–dengan saf bercampur antara laki-laki dan perempuan–beredar di media sosial. Video Panji Gumilang mengaku bemazhab Sukarno juga viral. Ada lagi penampakan jamaah Al-Zaytun dipandu menyanyikan lagu berbahasa Ibrani seperti orang Yahudi. Gosip-gosip lawas diungkit kembali. Tiba-tiba masyarakat yang sudah amnesia kembali ingat ada pesantren bernama Al-Zaytun.
Kementerian agama (Kemenag) bilang mereka selalu rutin mengevaluasi kurikulum serta izin operasional madrasah dan pesantren di bawah Kemenag, termasuk Al-Zaytun. Dan menurut Kemenag, kurikulum dan izin operasiona Al-Zaytun dinilai masih menggunakan kurikulum pemerintah.
“Jika Al-Zaytun melakukan pelanggaran berat, menyebarkan paham keagamaan yang diduga sesat, maka kami bisa membekukan nomor statistik dan tanda daftar pesantren, termasuk izin madrasahnya,” ujar juru bicara Kemenag Anna Hasbie dalam keterangannya, Jumat (23/6/2023).
Sementara itu, awal pekan kemarin, sejumlah ulama Jawa Barat (Jabar) berkumpul di Gedung Sate, Bandung, dan sepakat membentuk tim investigasi gabungan untuk mengusut kasus Al-Zaytun. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjelaskan tim itu terdiri dari Pemprov Jabar, MUI Pusat, MUI Jabar, Kemenag, hingga aparat penegak hukum, dan akan bekerja selama tujuh hari terhitung mulai Selasa (20/6/2023).
Namun, menyaksikan ribut-ribut Al-Zaytun hari ini mengingatkan saya dengan istilah “lagu lama yang kembali diputar”. Dulu, 20-an tahun yang lalu, kita juga meributkan Al-Zaytun. Apa yang terjadi? Tidak terjadi apa-apa. Mantan menteri agama Munawir Sjadzali pergi ke sana tahun 2001 dan pulang sambil memuja-muji Al-Zaytun. “Ini yang dulu saya impikan sebagai menteri agama,” ujarnya.
Tahun 2011, saat ramai isu NII, Suryadharma Ali yang menjabat sebagai menteri agama juga menyambangi Al-Zaytun. Begini jawabannya kepada awak media yang mendesaknya dengan berbagai pertanyaan sepulangnya dari sana. “Apakah Anda ingin saya harus mengatakan Al Zaytun itu NII?”
Hari ini orang-orang berbusa-busa menghujat Al-Zaytun, tapi di sisi lain, banyak juga penggede yang menyanjungnya tinggi-tinggi. Dahlan Iskan contohnya. Mantan menteri BUMN zaman SBY itu menulis esai berseri tentang kisah kunjungannya ke Al-Zaytun. Saya akan meringkas isi tulisannya seperti ini: Al-Zaytun adalah lembaga pendidikan yang dibutuhkan Indonesia dan umat, sedangkan Panji Gumilang adalah pahlawan. Kalau tidak percaya, baca saja sendiri.
Artinya apa? Sepertinya tidak bakal banyak yang berubah hari ini. Al-Zaytun sudah berdiri sepanjang 24 tahun. Alumninya ribuan dan tampak cukup solid membela almamater mereka. Sementara masih banyak berita lain yang siap menutupi ingar-bingar keributan ini.
Maraknya aliran sesat di Indonesia
Mungkin banyak yang heran, dengan berbagai isu negatif yang beredar, mengapa Al-Zaytun tak kunjung ditutup? Bahkan, sekelas Habib Rizieq saja heran dan cemburu. Katanya, yang jelas-jelas sesat begitu kok dibiarkan, yang dibubarkan malah FPI. Pertanyaan tadi sah-sah saja diajukan. Namun, sebenarnya pertanyaan yang lebih mendasar adalah, mengapa masih banyak orang yang mau mondok di Al-Zaytun?
Mari kesampingkan dulu soal Al-Zaytun, di Indonesia ini, rasanya aliran apa pun bebas masuk dan ada saja pengikutnya. Dulu pernah ada mantan pelatih badminton yang ngaku jadi nabi, bikin agama baru bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyah, dan tiap bulan sempat dapat 1.000 pengikut baru.
Ibu-ibu asal Makassar mengaku ketemu malaikat Jibril dan membangun kerajaan baru di rumahnya, ia lalu dipanggil Lia Eden. Ratusan pengikutnya tergabung dalam Komunitas Eden. Belum lagi almarhum Lord Rangga dengan Sunda Empire-nya, Keraton Agung Sejagat di Jawa Tengah, hingga Kerajaan Ubur-Ubur oleh sepasang suami-istri di Banten.
Indonesia adalah pasar yang seksi untuk berbagai aliran sesat, tetapi mengapa? Pertanyaan yang sama bisa kita ajukan terkait maraknya pengobatan alternatif yang digandrungi masyarakat. Menurut saya ada dua alasannya: kurangnya pengetahuan dan keputusasaan masyarakat. Adapun keduanya berakar dari masalah pendidikan dan ekonomi.
Pembawa aliran sesat dan mereka yang membuka pengobatan alternatif sama-sama memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk kepentingan pribadi, entah itu mendapat kekayaan atau pengaruh sosial. Sementara masyarakat dengan ekonomi pas-pasan banyak yang mengharapkan solusi alternatif atas problematika hidup mereka.
Menurut analisis Rosyad Sholeh, akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), faktor yang menyebabkan tumbuh suburnya aliran sesat di Indonesia antara lain kebebasan pasca reformasi. Masyarakat menganggap era ini sebagai era bebas berekspresi, termasuk bebas meyakini pemahaman yang aneh-aneh.
Kedua, berbagai masalah ekonomi, sosial, dan politik, membuat orang-orang mengharapkan munculnya “Sang Penyelamat” dalam berbagai wujud. Ketiga, pengetahuan agama yang minim dan kemasan aliran sesat yang menarik. Keempat, aturan perundangan yang longgar. Dan terakhir, dakwah dari organisasi Islam populer seperti NU dan Muhammadiyyah belum menyeluruh.
Sementara itu, Al-Zaytun sendiri belum terbukti menyimpang atau membawa aliran sesat. Jika ia masih eksis setelah 24 tahun dan tidak ditutup pemerintah, kita boleh berasumsi bahwa tidak ditemukan bukti penyimpangan selama ini.
Namun, sah-sah saja jika penilaian kita berbeda dengan pemerintah dan menganggap Al-Zaytun sebagai problem. Masalahnya, apa yang dilakukan pihak-pihak yang kontra dengan Al-Zaytun selama ini, misalnya MUI? Dulu, Soeharto membangun SD Inpres untuk menandingi madrasah-madrasah NU. NU awalnya dibentuk untuk menandingi paham Wahabi. Muhammadiyah didirikan untuk melawan kepercayaan mistik di masyarakat. Lantas, apa yang kita wariskan untuk melampaui Al-Zaytun?