Kalangan Mampu Daftar PPDB Pakai SKTM Sudah Dicoret, Pj Gubernur Banten Kini Minta Bukti Soal Jual Beli Kursi
ERA.id - Pj Gubernur Banten, Al Muktabar meminta bukti kongkret soal adanya temuan jual beli bangku saat pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebab pelaksanaan tersebut juga terjadi di seluruh daerah wilayahnya yang ada di kabupaten/kota.
"Di mana? Siapa? Kan harus harus jelas, pada sekolah mana. Apakah SMA, SMK, atau SKH. Itu general, kalau itu kan perlu fokus, kan SMP juga PPDB, jadi kita menerima laporan yang disampaikan oleh publik, tentu dengan bukti yang konkret," ucapnya kepada wartawan, Jum'at (14/7/2023).
Al Muktabar mengaku, Pemerintah Provinsi Banten sudah mencoret soal informasi adanya pejabat atau kalangan mampu yang mendaftar pakai surat keterangan tidak mampu (SKTM). Hal ini juga jadi salah satu yang ditemukan dari laporan Ombudsman usai pihaknya melakukan verifikasi faktual.
"Sudah kita coret kan, karena slotnya afirmasi tadi kriterianya," jelasnya.
Sebelumnya diketahui, Ombudsman RI Perwakilan Banten menerima aduan pelaksanaan PPDB di wilayah tersebut. Salah satunya temuan soal jual beli kursi di tingkat SMA sebesar Rp5 hingga 8 juta.
Kemudian ditemukan juga adanya anak pejabat dan anak pengusaha besar yang menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) untuk masuk sekolah negeri.
"Didapati pula calon siswa status anak pejabat dan pengusaha besar yang mencoba mendaftar melalui jalur afirmasi menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM)," ucap Kepala Ombudsman perwakilan Banten, Fadli Afriadi dalam keterangan tertulisnya kepada ERA.id, Kamis (13/7/2023).
Fadli mengatakan, pengawasan yang dilakukan pihaknya yaitu pemantauan langsung lapangan menindaklanjuti laporan masyarakat serta pertemuan dengan dinas pendidikan, baik lingkup provinsi maupun kabupaten/kota dan Kanwil Kemenag sebagai bagian dari upaya pencegahan.
Selain adanya anak pejabat dan pengusaha besar yang menggunakan SKTM, Ombudsman perwakilan Banten juga menemukan beberapa data Kartu Indonesia Pintar (KIP) calon peserta didik yang tidak aktif namun tetap digunakan untuk mendaftar.
"Terdapat pula penggunaan kartu kampanye calon kepala daerah yang tidak diatur dalam regulasi pemerintah," paparnya.