Mengenal Tradisi Mitoni yang Ada di Masyarakat Jawa

ERA.id - Manusia hidup di zaman modern, tetapi bukan berarti melupakan kebudayaan tradisional. Masyarakat Indonesia punya banyak tradisi yang mewarnai perjalanan hidup sejak lahir hingga mati. Bahkan, ada pula tradisi yang dilakukan sebelum seorang manusia lahir.

Jika Anda orang Jawa, Anda mungkin mengenal tradisi mitoni. Ini adalah tradisi yang dilakukan sebelum seorang manusia lahir ke dunia. Sebagian masyarakat Jawa masih melestarikan kebudayaan ini hingga sekarang. Tradisi mitoni biasanya dilakukan oleh sebuah keluarga sebagai bagian dari persiapan kelahiran anak pertama.

Mengenal Tradisi Mitoni

Dikutip Era.id dari artikel Tradisi Mitoni di Yogyakarta yang dilansir situs resmi DPAD DIY, mitoni berasal dari kata amitoni yang terdiri atas am (awalan -am menunjukkan kata kerja atau berarti melakukan) dan pitu atau ‘tujuh’. Maksudnya, mitoni adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ketujuh.

Mitoni atau tingkepan merupakan suatu upacara pada bulan ketujuh masa kehamilan pertama seorang perempuan. Tujuan dari upacara ini adalah agar janin dan calon ibu senantiasa mendapatkan keselamatan.

Berdasarkan sejumlah sumber, asal mula upacara mitoni adalah kondisi manusia yang merasa sedang berada di masa krisis dalam kehidupannya. Perlu diketahui, ada beberapa tahapan yang dilewati dalam kehidupan manusia, yaitu kelahiran, masa anak hingga dewasa, perkawinan, dan kematian. Peralihan antar-tahap kerap disebut sebagai masa krisis.

Salah satu prosesi dalam mitoni (situs resmi Srigading)

Selama hidup, manusia mengalami banyak krisis yang jadi objek perhatiannya dan kerap dianggap menakutkan. Meski manusia dilimpahi kebahagiaan, ia tetap harus ingat bahwa ada kemungkinan datangnya masa krisis dalam hidup, seperti bencana, sakit, dan maut.

Dalam mitoni ada sejumlah prosesi yang pelaksanannya dilakukan secara berurutan. Dilansir situs resmi Pringgokusuman, mitoni diawalo dengan sungkeman oleh pasangan suami-istri (calon ayah dan ibu) kepada kedua orang tuanya. Prosesi selanjutnya adalah siraman yang dilakukan untuk menyucikan diri secara lahir dan batin, baik bagi sang calon ibu maupun calon bayi.

Selanjutnya, calon ayah memutus janur yang dilingkarkan pada perut istrinya menggunakan keris. Calon ayah kemudian mundur tiga langkah, berbalik, dan berlari. Jika sudah, dilakukan prosesi brojolan, yaitu kedua calon nenek menerima kelapa bergambar Wayang Kamajaya dan Wayang Kamaratih. Mereka menggendongnya, menimang, kemudian membawanya ke kamar dan menidurkannya.

Prosesi selanjutnya adalah pantes-pantesan. Pada tahap ini, calon ibu berganti busana sebanyak tujuh kali hingga pantas. Di puncak acara, calon ibu dan calon ayah memotong tumpeng bersama-sama. Acara ini disebut dhahar kembul yang dilakukan dengan piring layah dari tanah liat. Setelah itu, memakan bubur procot yang maknanya adalah harapan agar proses kelahiran berjalan dengan lancar.

Usai rangkaian prosesi, calon ibu menjual dawet dan rujak menggunakan uang kreweng sebagai alat tukar. Uang kreweng telah dibagikan kepada para tamu undangan. Filosofi dari kegiatan ini adalah usaha orang tua untuk memenuhi kebutuhan anaknya nanti. Harapannya, anak mendapatkan rejeki untuk dirinya dan kedua orang tuanya.

Itulah beberapa hal untuk lebih mengenal tradisi mitoni yang ada pada masyarakat Jawa. Inti dari upacara ini adalah harapan keselamatan dan kebaikan, baik untuk calon ibu maupun calon anak.