Jimly Asshiddiqie Sebut Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres ke MK Bisa Permalukan Jokowi
ERA.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, gugatan uji materi batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di MK hanya akan mempermalukan Presiden Joko Widodo apabila terus menerus dipolitisasi.
Sebab, menimbulkan asumsi bahwa munculnya gugatan uji materi soal batas usia capres-cawapres itu merupakan arahan dari Presiden Jokowi. Padahal hanya permainan dari sejumlah pihak saja.
"Saya rasa iya (gugatan batas usia capres-cawapres mempermalukan Presiden Jokowi). Gugatan ini membuat seolah-olah disuruh sama presidennya, seolah-olah ya kan. Padahal itu kan permainan nyari-nyari panggung," kata Jimly di Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Menurutnya, gugatan batas usia capres-cawapres di MK itu merupakan masalah persyaratan teknis, bukan menyangkut konstitusi.
"Saya rasa enggak usah khawatir, karena itu kan persyaratan jabatan, syarat pekerjaan. Syarat pekerjaan itu bukan konstitusi tapi teknis," kata Jimly.
"Jadi ini tidak ada kaitan dengan konstitusionalitas, ini masalah official recruitment. Jadi masing-masing pekerjaan itu lain-lain, maka diserahkan pada undang-undang, enggak usah diatur semua di konstitusi," imbuhnya.
Terkait banyaknya gugatan uji materi perihal batas usia capres-cawapres ke MK, menurutnya hal itu biasa terjadi di tengah tahun politik.
Dia mengatakan, berbagai gugatan uji materi sering dilayangkan ke MK jelang pemilihan umum (pemilu).
"Itu biasa, menjelang pemilu selalu begini. UU Pemilu selalu digugat. Jadi sejak tahun 2003, 2004 kan pilpres, paling banyak yang di JC itu UU Pemilu, yang kedua UU KPK," kata Jimly.
Meski begitu, MK juga tak bisa menolak apabila ada pihak yang mengajukan gugatan. Dia hanya berharap para hakim konstitusi bijak dalam membuat putusan.
"Orang mencari keadilan enggak bisa disetop. Tapi kebenaran dan keadilan ya di tangan hakim, mudah-mudahan mereka tepat untuk memutus," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengubah aturan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Menurut dia, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang sedang diuji materi di MK, hanya boleh ditentukan atau diubah oleh DPR dan pemerintah selaku positive legislator.
“Mahkamah Konstitusi itu kerjanya sebagai negative legislator, artinya hanya membatalkan kalau ada sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. MK tidak boleh membatalkan sesuatu yang tidak dilarang oleh konstitusi,” ujar Mahfud ketika ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta dikutip dari Antara, pada Selasa (26/9).
Lebih lanjut, Mahfud juga mengkritisi lamanya proses MK dalam menindaklanjuti gugatan masyarakat terkait batas usia capres-cawapres pada Pemilu 2024.
“Menurut saya (kasusnya) sederhana sih, kok terlalu lama memutus itu?” ujar Mahfud, yang pernah menjabat sebagai Ketua MK pada 2008-2013 itu.
Menjelang pemilu tahun depan, MK menerima banyak permintaan terkait batas usia capres dan cawapres.
Perkara yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan sejumlah kepala daerah meminta usia minimal capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
Belakangan, Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM meminta MK menetapkan calon yang akan maju dalam Pemilu Presiden 2024 tidak boleh berusia lebih dari 70 tahun.