BKKBN Imbau Pembangunan Kualitas Keluarga Masuk Visi Capres-Cawapres, Bukan Hanya Janjikan Bansos Saja
ERA.id - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengimbau pembangunan kualitas keluarga untuk mengoptimalkan bonus demografi masuk ke dalam visi-misi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
“Saya berharap betul kepada para capres dan cawapres ini bukan hanya menjanjikan bantuan sosial saja, jangan hanya yang sifatnya charity (amal), karena menurut saya investasi dalam kualitas SDM dan fokus kepada pembangunan keluarga ini menjadi sangat penting," kata Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (27/10/2023).
Hasto saat menjadi orator ilmah di Universitas Respati, Jakarta, pada Kamis (26/10) juga mengimbau agar capres-cawapres tidak hanya terjebak membangun SDM secara fisik, tetapi juga penting membangun ideologi masyarakat secara lebih mendalam melalui keluarga.
"Fokusnya kepada bangunlah badannya, bangunlah jiwanya, tetapi (inti) rumahnya adalah di dalam keluarga,” ujar dia.
Dalam orasi yang mengangkat tema "Meningkatkan Kualitas Penduduk Indonesia Menuju Indonesia Emas" tersebut, Hasto menekankan kepada pemerintah daerah dan masyarakat agar mengusulkan pembangunan manusia dan keluarga untuk bisa masuk ke dalam visi-misi Bangsa Indonesia ke depan.
“Artinya, bagaimana agar yang terkena gangguan mental, kurang sehat, stres, depresi bisa juga mendapatkan perhatian, selama ini belum ada yang mengusulkan baik bupati atau wali kota untuk membuat bangsal jiwa, dan menambahkan jumlah psikolog serta dokter jiwa. Aspirasi masyarakat selama ini cenderung bersifat elektoral karena dianggap lebih menguntungkan," ucap Hasto.
Menurutnya, dalam menyikapi tantangan bonus demografi, perspektif capres-cawapres sudah harus mulai berubah. Revolusi mental seperti arahan Presiden Joko Widodo sejak awal masa kepemimpinannya harus benar-benar diimplementasikan dengan benar.
Ia memaparkan, investasi sumber daya manusia bisa diwujudkan dengan menekan angka stunting (gagal tumbuh), karena jika angka stunting secara nasional bisa mencapai angka di bawah 8 persen, maka pendapatan per kapita bisa mencapai 22 persen lebih tinggi dari sebelumnya.
“Itulah pembangunan manusia, strategi berikutnya adalah mencerdaskan. Nah, kritik saya itu, selama ini kita hanya terpaku kepada pembangunan fisik. Stunting itu kan fisik juga, tingginya bermasalah, dan fungsi otaknya juga terhambat, tapi kan gangguan mental dan emosional itu jangan diabaikan. Banyak juga orang tidak stunting tetapi error,” tuturnya.
Ia menyebutkan, kunci membangun keluarga ada di rencana awal berumah tangga.
“Membangun keluarga itu kuncinya. Jangan pre-wedding saja tapi pre-konsepsi (persiapan pasangan sebelum perkawinan), jadi keluarga tangguh, kelompok lanjut usia (lansia) juga tangguh. Kalau kita keluarga yang berkualitas itu yang mandiri, tenteram, bahagia. Kalau saya masih belum bisa gembira ya, karena lansia sekarang mayoritas ekonominya menengah ke bawah,” kata dia.
Ia juga mengutarakan bahwa di era disrupsi ini, keluarga telah kehilangan modalitas, sehingga perlu menjadi perhatian para pemimpin negara.
“Unit terkecil di dalam masyarakat adalah keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama. Memang transformasi dalam keluarga dalam menyikapi era disrupsi ini kita masih gagap, kalau orang tua dulu bisa ajak makan di meja makan untuk memberikan teladan, orang tua sekarang kehabisan modalitas dan cara," katanya.
Ia juga menyebutkan, anak-anak saat ini cenderung sibuk di kamarnya sendiri dengan gawai masing-masing.
"Karena itu keluarga jadi jarang bertemu di meja makan, modalitas komunikasi itu belum ditemukan di era baru ini, sehingga orang tua pun suka kehabisan kosakata untuk bicara dengan anaknya. Nah, ini kan berbahaya, itulah menurut saya pentingnya kembali ke keluarga," demikian Hasto Wardoyo.