Tersangka Penembakan Mahasiswa Palestina di Vermont Didakwa Atas Percobaan Pembunuhan, Terancam Hukuman Seumur Hidup
ERA.id - Tersangka penembakan tiga mahasiswa berdarah Palestina di Burlington, Vermont, didakwa atas percobaan pembunuhan. Dia juga terancam hukuman seumur hidup bila terbukti melakukan pelanggaran.
Jason J. Eaton (48) didakwa di Pengadilan Kriminal Kabupaten Chittenden di Burlington, atas pecobaan pembunuhan dengan senjata api. Namun dia mengaku tidak bersalah atas tuduhan percobaan pembunuhan pada hari Senin dan diperintahkan oleh hakim untuk tetap ditahan tanpa jaminan.
Polisi mengatakan para penyelidik menganggap kekerasan senjata pada Sabtu malam di jantung kota terbesar di Vermont sebagai dugaan kejahatan yang bermotif kebencian.
Dua dari tiga pria yang tertembak menceritakan bahwa mereka mengenakan syal keffiyeh Palestina berwarna hitam-putih, dan satu orang mengatakan mereka sedang berbicara dalam bahasa campuran bahasa Inggris dan Arab ketika pria bersenjata itu mengkonfrontasi mereka, menurut dokumen tuntutan yang diajukan di pengadilan, dikutip Reuters, Selasa (28/11/2023).
Ketiga sahabat tersebut, yang diidentifikasi dalam dokumen pengadilan sebagai Hisham Awartani, Tahseen Aliahmad dan Kinnan Abdalhamid, semuanya berusia 20 tahun masih dalam perawatan medis pada hari Senin dengan luka tembak di tulang belakang, dada dan bokong.
Para korban mengatakan kepada polisi bahwa mereka ditembak saat berjalan-jalan di dekat Universitas Vermont, sekitar satu blok dari rumah nenek Awartani.
Ketiga pria tersebut adalah mahasiswa sarjana di perguruan tinggi di kota lain tetapi tinggal bersama Awartani dan kerabatnya di Burlington untuk liburan Thanksgiving.
Menurut polisi, Easton mendekati ketiga pria tersebut tepat di luar apartemennya, mengeluarkan pistolnya dan melepaskan tembakan tanpa berkata-kata dari jarak beberapa langkah, lalu menghilang dari tempat kejadian. Penyelidik mengatakan dia melepaskan empat tembakan secara keseluruhan.
Penembakan tersebut memicu perburuan intensif oleh penegak hukum lokal, negara bagian, dan federal, termasuk FBI dan Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) AS.
Eaton ditahan keesokan harinya setelah agen ATF menyambangi kediamannya. Saat agen ATF datang, Eaton disebut langsung mengulurkan tangannya tanpa perlawanan.
"Penggeledahan di apartemen tersebut kemudian menemukan sebuah pistol, amunisi yang cocok dengan peluru yang ditemukan di TKP, sebuah senapan kaliber 22 dan dua senapan," kata polisi.
Dia didakwa dengan tiga tuduhan percobaan pembunuhan tingkat dua, sebuah kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman penjara 20 tahun hingga seumur hidup jika terbukti bersalah.
“Meskipun kami belum memiliki bukti yang mendukung peningkatan kejahatan rasial, saya ingin memperjelas bahwa tidak ada keraguan bahwa ini adalah tindakan kebencian,” kata Sarah Fair George, pengacara negara bagian Chittenden County, dalam sebuah pengarahan pada hari Senin.
Penembakan itu terjadi di tengah meningkatnya insiden dan ancaman anti-Islam, anti-Arab dan antisemit yang dilaporkan di seluruh Amerika Serikat sejak konflik berdarah antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas meletus pada 7 Oktober.
"Pada saat ini, tidak ada seorang pun yang dapat melihat insiden ini dan tidak curiga bahwa ini mungkin merupakan kejahatan yang bermotif kebencian," kata Kepala Polisi Burlington Jon Murad dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.
Terkait senjata api yang dimiliki tersangka, polisi mengatakan dia telah memperoleh secara sah senjata yang digunakan dalam penembakan beberapa bulan lalu.
Departemen Kehakiman AS membantu pihak berwenang setempat dalam penyelidikan.
“Tidak seorang pun dan komunitas di negara ini harus hidup dalam ketakutan akan kekerasan yang mematikan,” kata Jaksa Agung AS Merrick Garland.
Gedung Putih mengatakan Presiden Joe Biden merasa ngeri dengan penembakan tersebut.
"Sama sekali tidak ada tempat untuk kekerasan atau kebencian di Amerika,” kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre kepada wartawan pada konferensi pers.
Menurut keluarga korban, Awartani adalah mahasiswa Brown University di Rhode Island, Abdalhamid terdaftar di Haverford College di Pennsylvania, dan Aliahmad kuliah di Trinity College di Connecticut.
Polisi mengatakan ketiganya adalah keturunan Palestina, dua di antaranya warga negara AS dan yang ketiga adalah penduduk sah AS.
"Mereka adalah lulusan Ramallah Friends School, sebuah sekolah menengah swasta Quaker di Tepi Barat yang diduduki Israel," kata keluarga tersebut.