TKN Anggap Film Dirty Vote Bernada Fitnah, Jusuf Kalla: Tunjukkan di Mana Fitnahnya?

ERA.id - Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, merespons keriuhan publik soal munculnya film dokumenter Dirty Vote, di masa tenang Pemilu 2024.

Sesepuh yang akrab disapa JK ini menilai, konten film yang disutradarai oleh Dhandy Dwi Laksono itu masih terbilang ringan, meski sudah mengungkap dugaan kecurangan selama proses Pemilu dan Pilpres 2024 secara gamblang.

"Film itu betul luar biasa. Tapi semuanya kebenaran kan lengkap dengan foto, lengkap dengan kesaksian. Tapi bagi saya, saya kira ini Dirty Vote, film ini masih ringan, dibanding kenyataan yang ada di masa itu," kata JK di kediamannya, Senin (12/2/2024).

"Masih tidak semuanya, mungkin baru 25 persen," sambungnya.

Kata JK, Dirty Vote belum mengungkap dugaan kecurangan yang terjadi di daerah-daerah atau desa-desa, termasuk soal penyalahgunaan bantuan sosial.

Dari isinya itu, JK menilai, Dhandy Laksono masih tergolong sutradara 'sopan'. "Masih sopan, tapi bagian pihak lain masih marah, apalagi kalau dibongkar semuanya," tegasnya.

Merespons sikap Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menganggap isi Dirty vote bernada fitnah, JK bilang, kalau semua orang bisa mengatakan fitnah.

"Tunjukkan di mana fitnahnya, semua data dulu keluar baru komentar, kan tidak ada hanya pidato saja, semua ada datanya, angka-angka, tanggal-tanggalnya. Semua lengkap. Boleh saja mengatakan fitnah, tapi yang mana? Karena semua data," beber JK.

Diketahui rumah produksi WatchDoc merilis film dokumenter Dirty Vote yang berisi tentang dugaan kecurangan-kecurangan Pemilu 2024. Dalam dokumenter itu, Dhandy menghadirkan tiga orang ahli hukum tata negara, yaitu Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar.

Tak lama setelah Dirty Vote dirilis untuk publik secara bebas, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menggelar jumpa pers.

Dia meminta masyarakat jangan terpancing narasi-narasi dalam film tersebut, karena dia meyakini sebagian besar isinya sebatas asumsi.

“Sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar,” kata Habib, Minggu kemarin.