Korea Selatan akan Ambil Langkah Hukum bagi Dokter yang Masih Mogok Kerja
ERA.id - Korea Selatan akan mengambil tindakan hukum terhadap calon dokter yang masih ngotot melakukan mogok kerja. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Korea Selatan Cho Kyoo-hong, Senin (4/3/2024).
Menurut laporan terkini, sekitar 9.000 dokter residen dan dokter magang telah berhenti bekerja sejak 20 Februari 2024 dan menyebabkan pembatalan beberapa operasi dan perawatan serta membebani unit gawat darurat (UGD). Mereka memprotes rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran.
Pemerintah telah memperingatkan bahwa mereka dapat menghadapi sanksi administratif dan hukum, termasuk penangguhan izin medis dan denda atau hukuman penjara jika mereka tidak kembali bekerja pada akhir bulan lalu.
“Mulai hari ini, kami berencana melakukan inspeksi di tempat untuk memastikan dokter magang yang belum kembali, dan mengambil tindakan sesuai hukum dan prinsip tanpa pengecualian,” kata Menteri Kesehatan Cho Kyoo-hong dalam jumpa pers dikutip dari CNA.
"Harap diingat bahwa dokter yang belum kembali mungkin mengalami masalah serius dalam jalur karier pribadinya," lanjutnya.
Wakil Menteri Kesehatan Park Min-soo mengatakan dalam sebuah pengarahan bahwa pemerintah akan mengambil langkah-langkah untuk menangguhkan izin medis bagi sekitar 7.000 dokter magang yang telah meninggalkan pekerjaan mereka.
Sementara itu, ribuan dokter masih mengadakan unjuk rasa massal pada hari Minggu (3/3/2024) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Medis Korea (KMA). Mereka menentang seruan resmi agar dokter magang kembali bekerja.
Para dokter muda yang melakukan protes mengatakan pemerintah harus memperhatikan gaji dan kondisi kerja terlebih dahulu sebelum mencoba menambah jumlah dokter.
Pemerintah mengatakan rencana untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran sebanyak 2.000 orang mulai tahun akademik 2025 sangat diperlukan. Rencana ini sangat populer di kalangan masyarakat, dengan sekitar 76 persen responden mendukungnya berdasarkan jajak pendapat Gallup Korea baru-baru ini.
Namun, beberapa kritikus menuduh pemerintahan Presiden Yoon Suk Yeol tidak cukup melakukan konsultasi mengenai kebijakan ini menjelang pemilihan parlemen pada bulan April.