Kuasa Hukum Framing Berlebihan, Jaksa KPK: SYL Seolah Bukan Pelaku Tindak Pidana

ERA.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tim penasihat hukum terdakwa tindak pidana korupsi Syahrul Yasin Limpo (SYL) melakukan framing secara berlebihan selama persidangan. Jaksa KPK menilai framing kuasa hukum membuat SYL terlihat sebagai pahlawan dan bukan pelaku tindak pidana.

Framing tersebut, kata dia, dilakukan penasihat hukum SYL dengan membeberkan sederet penghargaan yang diterima SYL dalam pembacaan nota keberatan atau eksepsi.

"Penasihat hukum terdakwa terburu-buru untuk mem-framing persidangan seolah-olah terdakwa SYL bukan pelaku tindak pidana dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan penuntut umum," kata Jaksa KPK dalam sidang tanggapan penuntut umum terhadap eksepsi SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dikutip Antara, Rabu (20/3/2024).

Lalu, kata Jaksa KPK, penetapan SYL sebagai tersangka kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) dilakukan setelah ditemukannya alat bukti yang cukup dan akan terlihat semakin jelas setelah masuk tahap pembuktian di persidangan.

Selain melakukan framing, Jaksa KPK menilai hampir seluruh materi eksepsi yang disampaikan penasihat hukum SYL tidak termasuk dalam ruang lingkup keberatan dalam Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Jaksa menilai hal yang disampaikan kuasa hukum SYL seharusnya masuk ke dalam ruang lingkup materi praperadilan dan sebagian besar telah masuk pada pembuktian materi pokok perkara.

Pembelaan kuasa hukum terhadap SYL itu pun dinilai terlalu dini dan tidak patut disampaikan dalam persidangan. Jaksa menilai seharusnya kuasa hukm SYL menyampaikan hal itu dalam tahap pembelaan atau pleidoi.

Bahkan, lanjut Jaksa, penasihat hukum telah menyimpulkan sendiri bahwa SYL tidak bersalah tanpa dilakukan pemeriksaan dalam persidangan terlebih dahulu.

"Kesempatan menyampaikan keberatan atau eksepsi yang diberikan oleh undang-undang melalui majelis hakim telah dipergunakan oleh penasihat hukum terdakwa dengan mengabaikan adanya pembatasan materi keberatan yang sudah diatur oleh Pasal 156 ayat (1) KUHAP," tuturnya.

Sebelumnya, SYL berharap nota keberatan atau eksepsinya bisa diterima majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena mengklaim dirinya telah menjadi pahlawan selama pandemi Covid-19.

"Saya berharap eksepsi itu bisa disadur dengan baik. Empat tahun saya kendalikan makanan rakyat pada saat Covid-19," ucap SYL saat ditemui usai sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu(13/3).

SYL mengatakan dirinya mengawali karier dari bawah dan menjadi pahlawan serta pejuang untuk negeri, bangsa, dan rakyat, terutama saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Adapun SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total senilai Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu tahun 2020 hingga 2023.

Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

Perbuatan SYL sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.