Pengadilan Jepang Tolak Hak Penangkapan Ikan Masyarakat Adat Ainu
ERA.id - Pengadilan di Jepang menolak tawaran masyarakat adat Ainu untuk mendapatkan kembali hak penangkapan ikan salmon di sungai. Keputusan ini menjadi yang pertama kali terkait hak-hak masyarakat adat yang berkaitan dengan masyarakat Ainu.
Menurut laporan AFP, masyarakat Ainu, yang secara tradisional tinggal di wilayah yang sekarang menjadi bagian utara Jepang dan juga di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Rusia.
Sejarah Ainu mencakup diskriminasi dan asimilasi paksa selama beberapa dekade. Jepang tidak secara hukum mengakui mereka sebagai masyarakat adat hingga tahun 2019.
Undang-undang perlindungan sumber daya perikanan Jepang pada prinsipnya melarang orang menangkap salmon di sungai tanpa memandang etnis mereka.
Namun penggugat mengatakan tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun di bagian sungai di pulau Hokkaido di utara Jepang, sumber utama penghidupan nenek moyang mereka sebelum tindakan keras pemerintah pada abad ke-19 seharusnya membuat mereka dikecualikan.
Juru bicara pengadilan distrik Sapporo mengatakan bahwa klaim mereka telah ditolak.
"Saat ini, masyarakat Ainu hanya bisa menangkap ikan salmon jika mereka mendapat persetujuan dari gubernur Hokkaido dengan tujuan mewariskan warisan budaya mereka," kata penggugat.
Dalam gugatan yang diajukan pada tahun 2020, mereka juga berpendapat bahwa tren global semakin mendukung pengakuan hak-hak dan identitas masyarakat adat setelah deklarasi PBB pada tahun 2007.
Hakim ketua mengatakan bahwa penangkapan ikan di sungai, meskipun dalam skala terbatas, bukanlah hak “inheren” mereka.
Hiromasa Sashima, anggota kelompok penggugat Raporo Ainu Nation, sebelumnya mengatakan keputusan tersebut adalah tentang "perjuangan untuk memenangkan kembali hak-hak yang diambil dari nenek moyang Ainu kami".
“Ini adalah fakta yang jelas bahwa nenek moyang Ainu mencari nafkah dengan menangkap ikan,” kata Sashima.
Selama berabad-abad, Ainu berdagang dengan orang Jepang dari daratan, namun pemerintah kekaisaran Jepang pada tahun 1869 'mengambil' tanah Ainu dan melarang praktik "barbar" seperti tato wajah bagi perempuan di komunitas tersebut.
Atas dasar itu, masyarakat adat Ainu terpaksa meninggalkan praktik berburu tradisional, berbicara bahasa Jepang dan menggunakan nama Jepang.
Pertarungan hukum selama empat tahun ini telah menyebabkan pihak berwenang menolak seruan penggugat untuk memulihkan hak penangkapan ikan karena dianggap tidak berdasar secara hukum.
Pihak berwenang juga membela peraturan penangkapan ikan yang ada sebagai upaya perlindungan terhadap menipisnya sumber daya penting seperti salmon.