Mengenal Tanaman Kratom, Mulai dari Manfaat hingga Kontroversinya

ERA.id - Kontroversi perdagangan daun kratom sudah sampai ke meja Istana Kepresidenan. Presiden Jokowi akan mengatur regulasi terkait budidaya kratom, di tengah upaya Badan Narkotika Nasional (BNN) memasukkan tanaman kratom yang memiliki efek sedatif itu ke Golongan I Narkotika.

Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat tanaman kratom yang diketahui memiliki kandungan narkotika.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk langkah untuk meningkatkan nilai ekonomis serta kualitas produksi tanaman yang tengah mengalami penurunan harga yang cukup drastis tersebut. Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengatur kratom di bawah naungan Kementerian Pertanian dengan membentuk korporasi. Budidaya kratom dianggap menjadi pilihan yang menjanjikan bagi petani di Indonesia.

Beberapa tahun terakhir, Tanaman kratom memang menjadi sorotan dunia. Sejak dulu, penduduk asli di kawasan Asia Tenggara sudah menggunakan daun kratom untuk berbagai keperluan. Di Thailand dan Malaysia, daun kratom dikunyah atau diseduh jadi teh sebagai bagian dari upacara adat atau guna mengatasi kelelahan serta meningkatkan stamina.

Dilansir dari laman Hackensack Meridian Health, orang-orang yang mencari kratom kemungkinan ingin meningkatkan energi, menghilangkan rasa sakit atau menenangkan diri sendiri. Efek kratom dapat berubah, tergantung pada ukuran dosis.

Namun, menggunakan kratom dalam jumlah berapa pun mungkin tidak aman. Drug Enforcement Administration (DEA) menyebut kratom sebagai 'obat yang menjadi perhatian' karena sering disalahgunakan. Kendati demikian, kratom juga memiliki manfaat bagi kesehatan.

Manfaat kratom

Orang-orang di Asia telah menggunakan kratom selama kurang lebih satu abad. Manfaat mengonsumsi tanaman kratom, diantaranya:

- Mencegah diare

- Mengurangi rasa sakit

- Membantu penarikan opioid

- Meningkatkan libido

- Meningkatkan tingkat energi

- Meringankan rasa sakit

- Memperbaiki kondisi kesehatan mental

- Memberikan perasaan senang atau euforia

Namun, kratom adalah pilihan yang buruk jika dikonsumsi tanpa resep dokter. Sebab, mengonsumsi kratom bereaksi dengan reseptor otak. Seseorang mungkin menjadi ketergantungan pada kratom, terlepas dari niat baiknya untuk kesehatan. 

Beberapa orang berpikir bahwa kratom aman untuk dicoba karena berbasis tanaman.

Tetapi zat nabati lainnya berbahaya, termasuk kokain dan opium. Efek jangka pendek mengonsumsi kratom seperti mual, sulit buang air besar, gangguan tidur, disfungsi seksual temporer, gatal-gatal dan berkeringat.

Sementara, efek jangka panjang, penggunaan dalam waktu lama akan menimbulkan diuresis, anoreksia, mulut kering, kulit lebih gelap, rambut rontok, juga adiksi. Saat konsumsi kratom disetop, timbul gejala putus obat antara lain, mual, palpitasi, hilang selera makan, irritability (sensitif), gelisah, perubahan mood, diare, rhinorrhea (keluar cairan dari hidung), myalgia dan arthralgia (peradangan pada sendi) juga tremor.

Efek buruk paling fatal adalah mengakibatkan kematian. Saat konsumsi tanaman kratom dipadu dengan beberapa bahan lain maka menimbulkan efek toksik dan mematikan seperti, o-desmethyltramadol, profilheksedrin, obat flu dan benzodiazepin, venlafaksin, difenhidramin, mirtazapine, zopiklon, citalopram, lamotrigin. Tanaman kratom dipadu dengan propilheksedrin dapat mengakibatkan kematian.

Beberapa gejala yang dialami usai mengonsumsi kratom adalah: 

* Berkeringat

* Mulut kering

* Detak jantung yang cepat

* Kesan

* Peningkatan buang air kecil

* Sembelit

* Mual dan muntah

* Kehilangan nafsu makan

* Penurunan berat badan

* Insomnia

* Mengantuk

* Kebingungan

* Delusi

* Kejang

* Halusinasi

Kontroversi tanaman kratom

Meski memiliki banyak manfaat dan efek samping layaknya tanaman herbal lain. Jenis tanaman satu ini rupanya memicu kontroversi.

BNN telah menetapkan kratom sebagai NPS di Indonesia dan merekomendasikan kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan. BNN mengemukakan efek kratom 13 kali lebih berbahaya dari morfin.

BPOM RI juga memiliki aturan sendiri dalam menangani kratom. Melalui Surat Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, daun kratom disebutkan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan. BPOM juga melarang kratom digunakan dalam obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.