Uni Eropa Jatuhkan Sanksi kepada Ekstremis Israel, dari Pembekuan Aset hingga Larangan Masuk
ERA.id - Uni Eropa (UE) memutuskan untuk memberlakukan sanksi pembatasan terhadap ekstremis Israel di bahwa Rezim Sanksi Hak Asasi Manusia Global UE (EU Global Human Rights Sanctions Regime), Senin (15/7/2024).
Dilansir dari keterangan di situs Uni Eropa, ekstremis Israel yang terdaftar bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan sistematis terhadap warga Palestina di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza.
Ekstremis Israel itu adalah Moshe Sharvit dan Peternakan Moshe miliknya di Lembah Yordan; Zvi Bar Yosef dan Peternakan Zvi yang ilegal di Tepi Barat; Isaschar Manne dan Peternakan Manne yang ilegal di Perbukitan Hebron Selatan.
Selain itu, Baruch Marzel yang secara terbuka menyerukan pembersihan etnis di Palestina; Ben-Zion “Bentzi” Gopstein yang merupakan pendiri dan pemimpin organisasi ekstremis Lehava; serta grup Israel “Tsav 9” juga dikenakan sanksi.
Tsav 9 adalah kelompok aktivis kekerasan Israel yang didirikan pada Januari 2024 yang secara rutin memblokir truk bantuan kemanusiaan yang mengirimkan makanan, air, dan bahan bakar ke Gaza.
Menurut UE, ekstremis Israel tersebut juga bertanggung jawab atas penyalahgunaan hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi integritas fisik dan mental dah hak atas harta benda.
Selain itu, mereka juga bertanggung jawab atas penyalahgunaan terhadap hak atas kehidupan pribadi dan keluarga, kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan hak atas pendidikan.
UE menegaskan bahwa mereka yang terkena sanksi pembatasan akan dikenakan pembekuan aset. Sanksi tersebut juga melarang penyediaan dana atau sumber daya ekonomi kepada mereka atau untuk keuntungan mereka secara langsung atau tidak langsung.
Selain itu, larangan perjalanan ke UE juga berlaku bagi mereka yang terkena sanksi.
Bulan lalu, Radio Angkatan Darat Israel, mengutip pejabat militer, mengatakan sekitar 50 ribu bom telah dijatuhkan di Gaza oleh pesawat tempur Israel sejak 7 Oktober lalu, seraya menambahkan bahwa antara 2-3 ribu bom tidak meledak.
Sejak saat itu, hampir 38.700 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, dinyatakan tewas dan lebih dari 89 ribu orang luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.