Apakah Bisa Menuntut Balik Polisi Salah Tangkap? Ternyata Ini Jawabannya

ERA.id - Sebagai salah satu aparat yang bertugas menegakkan hukum, selama menangani kasus, polisi pun tentunya tidak luput dari kesalahan. Kasus salah tangkap bisa saja terjadi karena bermacam-macam alasan. Namun, apakah bisa menuntut balik polisi salah tangkap? Simak penjelasannya di bawah ini!

Kasus Terbaru Salah Tangkap oleh Polisi

Kasus salah tangkap oleh polisi terjadi kembali. Kasus terbaru salah tangkap terjadi pada Pegi Setiawan. Pada tanggal 21 Mei 2024, buruh bangunan asal Cirebon, Jawa Barat ini ditangkap polisi. Ia tertuduh sebagai pelaku pembunuhan pelajar bernama Vina dan Muhammad Rizky pada tahun 2016.

Penangkapan Pegi tak lama setelah film Vina: Sebelum 7 Hari tayang di bioskop pada awal Mei 2024. Film tersebut menjadi perbincangan oleh banyak pihak sehingga polisi pun kembali melakukan penyelidikan terhadap pelaku pembunuhan dua pelajar di Cirebon tersebut.

Dalam persidangan yang digelar sejak Senin (1/7/2024), penetapan Pegi sebagai tersangka dianggap sebagai error in persona (dugaan salah orang).

Kuasa hukum Pegi, Marwan Iswandi, justru mempertanyakan terhapusnya status Daftar Pencarian Orang (DPO) dari Andi dan Dani, sedangkan Pegi tetap masuk dalam DPO.

"Kami minta (status) tersangka Pegi digugurkan dan dibebaskan. Intinya, Pegi Setiawan (harus) dibebaskan karena yang ditangkap itu bukan Pegi Perong,” ujar Marwan, seperti yang dikutip ERA.

Fenomena yang terjadi pada Pegi tentunya menambah daftar panjang kasus salah tangkap di Indonesia. Korban salah tangkap terpaksa mengalami kerugian yang beruntun. Selama penyidikan berlangsung, tidak jarang dari mereka yang sempat mengalami kekerasan.

Ilustrasi Polisi. (ANTARA)

Apakah Bisa Menuntut Balik Polisi Salah Tangkap?

Sebenarnya, korban salah tangkap tidak dapat menuntut balik, tetapi masih bisa menuntut ganti rugi kepada aparat.

Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 95 ayat (1) yang berbunyi:

“Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”

Korban salah tangkap mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi sesuai yang dimuat dalam Pasal 1 ayat (23) KUHAP. Ganti rugi tersebut berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan yang jelas berdasarkan UU.

Pemberian ganti rugi ini dilakukan karena korban salah tangkap harus ditahan untuk jangka waktu tertentu, bahkan bisa mencapai waktu bulanan atau tahunan. Hal tersebut tentunya merugikan korban secara materil (harta benda) ataupun immateril (psikologi dan stigma masyarakat).

Oleh sebab itu, korban berhak menerima ganti rugi mulai dari Rp500.000-Rp1.000.000. Sedangkan korban salah tangkap yang mengalami luka berat atau cacat, maka berhak menerima ganti rugi senilai Rp25 juta-Rp300 juta. Jika korban salah tangkap mengalami kematian, maka ganti rugi yang bisa didapatkan senilai Rp50 juta-Rp600 juta.

Besaran ganti rugi tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Pembiayaan ganti rugi ini ditanggung oleh Menteri Keuangan paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti rugi oleh Menteri.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…