KPK Periksa Eks Kepala BPBD Lombok Utara Terkait Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami NTB
ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Kepala Kantor BPBD Lombok Utara tahun 2015 R Tresnawadi pada Rabu (7/8/2024). Penyidik meminta keterangannya sebagai saksi terkait dugaan rasuah proyek pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tresnawadi diperiksa bersama eks Kepala BPKAD Kabupten Lombok Utara periode 2014-2015 Kholidi Holil dan staf BPBD Provinsi NTB, Darwis. Mereka diperiksa di Kantor BPKP Perwakilan Provinsi NTB.
"Pihak BPBD didalami terkait dengan serah terima bangunan ke BPBD," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Kamis (8/8/2024).
Tessa menyebut penyidik juga memeriksa pihak swasta dalam kasus ini, yaitu Direktur Utama PT Utama Beton Perkasa (NTB) Roby.
"Pihak swasta didalami terkait dengan keikutsertaan dalam proses lelang," ungkap Tessa.
Selain itu, KPK awalnya juga akan memeriksa empat saksi lainnya. Namun, mereka mangkir atau tidak memenuhi panggilan penyidik tanpa keterangan.
Adapun empat saksi yang tidak hadir, yakni Direktur PT Barokah Karya Mataram (NTB) Robinzandhi; Kepala Dinas PU Prov NTB yang juga merupakan mantan Kabid Cipta Karya Dinas PU Prov NTB, Sadimin; Perwakilan PT Indra Agung, Muhammad Taufik; Kepala BPBD Lombok Utara periode 2018 Iwan Maret Asmara.
KPK sebelumnya menyebut proyek ini menggunakan mata anggaran dari pemerintah pusat, yakni Kementerian PUPR.
Nilai proyek pembangunan shelter itu jumlahnya sama dengan kerugian negara yang ditimbulkan. Diketahui, kasus ini merugikan negara sebesar Rp19 miliar.
Sebagai informasi, penyidikan kasus ini dilakukan KPK sejak 2023. Ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni seorang penyelenggara negara dan lainnya berasal dari BUMN.
Meski demikian, KPK belum membuka identitas dua tersangka itu maupun konstruksi lengkap perkaranya. Informasi ini akan diumumkan saat penyidikan telah dirasa cukup.
KPK menjelaskan pembangunan ini dilaksanakan oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2014.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengungkapkan modus yang diduga terjadi dalam praktik korupsi ini adalah menurunkan kualitas bangunan. Temuan ini didapat setelah tim melakukan pengecekan langsung di lapangan.
“Ada yang memang tidak digunakan beberapa kami cek, ada yang memang kualitasnya menurun,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2024).
Namun, Asep belum memerinci penurunan kualitas tersebut. Dia hanya memastikan KPK akan menggandeng ahli konstruksi untuk melakukan penilaian dan pengecekan.