Baleg DPR Dadakan Kebut Revisi UU Pilkada, Wakil Ketua DPR Dasco Inisiatornya
ERA.id - Badan Legislasi (Baleg) DPR mendadak menggelar rapat pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada, sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala daerah.
Dalam rapat, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, undangan rapat hari ini berasal dari DPR.
"Bersama-sama hadir di ruangan ini untuk dapat melaksanakan rapat kerja sesuai dengan undangan dari DPR RI Nomor B/9825/2024 tanggal 20 Agustus 2024," kata Tito dalam rapat di Ruang Rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Berdasarkan pantauan, surat undangan yang dimaksud Tito dilampirkan dan ditayangkan di ruang rapat. Surat itu ditandatangani Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Rapat pembahasan revisi UU Pilkada juga mengundang Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan HAM serta pimpinan DPD RI.
Ditemui di sela-sela rapat, Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, Supriansa mengaku hal itu tak menjadi persoalan. Ia menyebut undangan itu tetap keluar atas nama DPR sebagai lembaga.
“Tidak ada masalah kalau soal itu, itu kan tetap atas nama DPR,” kata Supriansa.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai yang tidak punya kursi DPRD atau gabungan partai politik peserta Pemilu, bisa mengajukan calon kepala daerah.
Putusan itu dikabulkan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). Kini sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan mengatakan, ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD atau 20 persen kursi DPRD.
Dalam putusan MK, ambang batas Pilkada akan ditentukan oleh perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah.
Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen; 8,5 persen; 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.