Hensat Blak-Blakan Alasan Kaesang Ngotot Maju Pilkada 2024
ERA.id - Sehari usai aksi Indonesia Darurat menolak revisi Undang-Undang (UU) Pilkada, redaksi Era.id berkunjung ke kantor Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Jumat (23/8/2024). Kami bertemu sang founder, Hendri Satrio, untuk membahas situasi politik nasional terkini pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti diketahui, DPR RI mendadak menggelar rapat panitia kerja (panja) membahas revisi UU Pilkada pada Rabu (21/8/2024). Seluruh fraksi, kecuali PDIP, sepakat menolak putusan MK Nomor 60 dan 70 yang baru terbit sehari sebelumnya, di mana putusan tersebut menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah dan menghentikan langkah Kaesang Pangarep untuk mencalonkan diri sebagai gubernur/wakil gubernur.
Lalu pada Kamis (22/8/2024), DPR RI mengadakan rapat paripurna untuk pengesahan RUU Pilkada. Namun, agenda tersebut ditunda karena hanya sedikit anggota yang hadir sebelum akhirnya dibatalkan menyusul tekanan besar massa.
Hensat, sapaan akrab Hendri Satrio, ikut turun ke lapangan setelah mengisi kelas di Universitas Paramadina. Ia bergabung dengan para mahasiswa dan massa aksi lain di depan Gedung DPR sejak siang hari.
“Saran saya sebagai dosen, kalau mahasiswa mau demo, nggak perlu minta izin. Nanti kita repot kalau ditanyain rektor,” gurau Hensat. “Demo mah demo aja.”
Jebolan master manajemen komunikasi Universitas Indonesia (UI) itu mengaku menurunkan setengah pasukan KedaiKOPI ke lapangan. Sisanya siaga di kantor. Hensat sendiri balik kanan saat hari mulai petang.
Jumat pekan lalu, Hensat berbagi cerita soal refleksinya kembali turun aksi kawal putusan MK. Menurutnya, gerakan tersebut bukan didasari kepentingan partai tertentu maupun indvidual, tetapi keresahan hati nurani rakyat akan situasi demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini.
Dalam obrolan kurang lebih satu jam, pengamat politik jenaka itu menceritakan analisanya soal alasan Kaesang, putra bungsu Presiden Joko Widodo, ngotot maju dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun ini. Termasuk soal bagaimana kans Anies Baswedan maju di Pilkada Jakarta 2024. Simak selengkapnya dalam wawancara kami.
Bagaimana Bang Hensat menggambarkan fenomena politik di Indonesia saat ini?
Kalau kemarin di lapangan sih ada beberapa catatan ya. Yang pertama, rakyat tuh sebetulnya dari keputusan MK 60-70 itu nggak terlalu ngeh dengan peraturan 60 yang ambang batas parpol. Jadi mereka nggak terlalu care sama itu. Yang mereka care justru ternyata yang 70, yang Kaesang.
Jadi kok nggak konsisten ya? Kemarin begitu Mas Gibran boleh, kelihatannya negara ini semuanya setuju gitu loh. Begitu Mas Kaesang nggak boleh, ini satu negara nyari celah gimana caranya biar Mas Kaesang bisa maju. Jadi itu concern yang pertama, tentang keadilan, tentang nepotisme yang tidak disukai.
Kemudian yang kedua, ternyata bukan tentang Anies Baswedan atau PDI Perjuangan juga. Karena kalau lu kemarin lihat di DPR itu kan, yang pertama kali memfasilitasi panggung, mobil komando kan Partai Buruh. Jadi yang buat Reza Rahardian, buat Bintang Emon, Abdul, Mamat, orasi itu kan mobil komandonya Partai Buruh tuh.
Jadi pada saat saya ngobrol juga, mereka ternyata concern-nya lebih ke kesejahteraan buruh. Karena di hari yang sama kan sudah puluhan ribu tuh, terakhir saya baca di Tempo 32 ribu yang kena PHK. Jadi, Si Partai Buruh ini concern sama kesejahteraan mereka gitu.
Kemudian setelah itu mereka ternyata di hari itu banyak yang mengharapkan pemerintahan Pak Prabowo itu lebih baik dari Jokowi. Bahkan ada yang mengatakan semoga pemerintahan Pak Prabowo lebih demokratis dari pemerintahannya Jokowi. Hal yang buat kita ketawa-ketawa, terutama para aktivis ya.
Prabowo diharapkan lebih demokratis ketimbang Jokowi. So artinya, di era ini sudah banyak yang menilai demokrasinya kacau balau di era Pak Jokowi ini. Kalau menurut gue sih mungkin mereka kecampur aduk dengan nepotisme, dinasti politik, dan lain-lain. Tapi yang jelas, concern itu sih kemarin tersampaikan.
Awal-awal kondisinya kondusif. Tapi kemaren itu, yang menarik juga, kan saya begitu datang sudah siang, saya nanya, kenapa sih nggak pulang aja? Kan udah dibatalin paripurnanya. Mereka jawab, wah nggak Pak, ini kita mesti jagain terus, takutnya kalau kita pulang mereka rapat, tiba-tiba tengah malam disahin.
Jadi mereka ada ketakutan begitu tuh, ketidakpercayaan seperti itu. Begitu sudah selesai, Dasco sudah pernyataan, KPU sudah pernyataan, beberapa teman-teman juga masih bertanya-tanya, kira-kira ada celah nggak untuk mengakali putusan MK?
Menurut Bang Hensat gimana? Kan pendaftaran baru tanggal 27-29 Agustus.
Bahkan hari ini (Jumat, 23/8/2024) kan ada pemberitaan kalau Kaesang sudah ngurus surat berkas-berkas nggak terlibat kriminal dan lain-lain. Itu orang mulai lagi nih, wah jangan-jangan desas-desus yang terjadi bahwa akan ada kompromi. Jadi yang batasan parpol itu diperbolehkan, tapi yang batas usia mau ngikutin putusan MA (Mahkamah Agung), jadi Kaesang bisa maju.
Tapi saya itu positive thinking ajalah, mungkin Kaesang mau daftarnya jadi wali kota atau bupati, kan 25 tahun udah bisa. Jadi dia bisa mulai dari itu. Terserah dia mau dari Sleman, mau di Depok, atau mau bikin kota sendiri juga boleh. Saya sih optimisnya seperti itu.
Tapi kelihatannya memang banyak rakyat Indonesia yang masih bertanya-tanya juga. Bahkan tadi pagi saya diwawancara radio tuh ada pendengar yang ngomong gini, “Kenapa sih Pak Jokowi terus yang disalahin? Pak Jokowi kan nggak ngapa-ngapain?” Saya mikir masih ada juga orang kaya gini ya, nggak punya hati, nggak punya otak gitu.
Kan maksudnya kita ngerti gitu bahwa ada yang mengorkestrasi ini. Dan Pak Bahlil sudah spill kan, Raja Jawa, hati-hati kita kalau main-main sama barang ini. Itu kan sudah mengkonfirmasi tuh.
Itu blunder nggak sih?
Ya blunder lah. Jadi kan orang-orang mikir, satu, kan ini Indonesia, kok Raja Jawa sih? Kemudian yang kedua, kok raja sih? Jadi bisa ngatur-ngatur MA, MK, kayak gitu? Jadi orang-orang tuh udah mulai nanyain juga.
Nah, tapi yang menarik itu tadi, beberapa orang bilang harusnya Pak Prabowo lebih baik dari Jokowi. Hal yang gua rasa 10 tahun, 5 tahun yang lalu nggak pernah ada tuh pikiran bahwa Prabowo akan lebih demokratis dari Jokowi. Padahal jangan-jangan dia emang lebih demokratis.
Tapi kalau Bang Hensat lihat sekarang, Prabowo masih jadi perpanjangan tangan Jokowi atau berusaha melepaskan diri dari pengaruhnya?
Kalau sekarang ini sih gua lihatnya sabar aja ya. Sabar menunggu pelantikan. Karena kan ya sudah dibahas juga sih sama beberapa teman pakar hukum tata negara. Tentang ibu kota misalnya, ini yang mau dipake ibu kota buat pelantikan yang mana? IKN atau Jakarta?
Jakarta kan udah jadi DKJ, status ibu kota katanya sudah dicabut, IKN belum ditetapkan sebagai ibu kota kan. Sementara di undang-undang dasar, kalo gue nggak salah ya, itu dilantiknya harus di ibu kota gitu. Makanya mungkin Pak Prabowo deg-degan juga, penentuan ibu kotanya yang ngeluarin Presiden pake keppres (keputusan presiden) kan? Jadi mungkin dia, “Waduh ini gimana nih Pak Jokowi? Saya dilantiknya di mana?”
Bang Hensat setuju kalau ada yang bilang nggak ada campur tangan Jokowi dalam revisi UU Pilkada? Karena Istana menyanggah terus.
Ya pasti (Istana) akan denial. Tapi orang semuanya pahamlah, karena kan ini terlalu jelas gitu. Kemaren (Putusan MK Nomor 90) supaya Mas Gibran bisa nyalon, apalagi yang ini (Putusan MK Nomor 70). Geserannya cuma 30 tahun setelah dilantik sama 30 tahun pada saat pendaftaran. Sementara Mas Kaesang ulang tahunnya 25 Desember. Jadi dia bisa pas dilantik sebetulnya.
Jadi agak-agak aneh juga, itu terlalu obvious. Jadi orang-orang bisa ngeliat, ya sudahlah ini buat Kaesang. Ya sebetulnya kan dia nggak akan ngegangguin ya kalau dia daftar sebagai wali kota. Kan nggak perlu perlu diubah gitu (aturannya), tapi ini diubah. Ini kan ibaratnya, lo nonton film, udah ditulisin 17 tahun ke atas, cuma lo tetep nonton. Karena begitu film ini selesai, lo udah 17.
Misalnya nonton pas midnight ya, di luar lo masih umur 16 tahun, lo pede aja masuk karena begitu filmnya selesai, lo keluar dari bioskop, lo udah 17 tahun. Kan kaya gitu analoginya, kan lucu juga itu orangnya, tapi ya emang kayaknya dia pengen bikin negara ini jadi lucu sih sebetulnya.
Ini masuk pertanyaan yang lebih penting. Kalau harusnya Kaesang bisa daftar walikota/bupati, karena batas usianya cuman 25 tahun, atau dia bisa nunggu nanti aja periode selanjutnya daftar pilgub, kenapa harus dipaksakan sekarang Bang?
Ada sebuah teknologi yang digunakan oleh keluarga itu ya, teknologi itu terkenal banget manjur dan cuma bisa dipakai oleh keluarga itu. Namanya nekat. Jadi pokoknya nekat aja dulu gitu. Masalah bisa nggak bisa entar aja gitu.
Lagian sebetulnya kan kalau jadi wali kota juga ya okelah, tapi mungkin dia nggak pengen kalah sama iparnya. Terus juga mungkin ada rasa kecil hati juga, masa sih kakak gua wapres, gua cuma wali kota? Walaupun sama-sama wa depannya. Mungkin.
Nah itu balik lagi, sebetulnya kalau ini biasa-biasa aja sih, nggak akan ada (demo). Kan ada yang bilang ini semuanya buat Anies. Itu kan tinggal PDI Perjuangan. Nah kan Anies tuh belum tentu juga mau dicalonin di PDI, karena PDI tuh DNA-nya perjuangan, dan ini partai kader. Sementara kalau dari surveinya Kompas, lawan Ridwan Kamil aja sih cukup Ahok.
Apalagi kemarin ngeliatin Ibu Mega marah tuh. Harusnya sih mas Anies peka tuh ya, langsung hari ini melipir ketemu Bu Mega. Ya terserah dia mau jadi kader atau enggak, yang jelas kan komunikasi dengan Bu Mega jadi penting tuh. Kemarin kan secara bersamaan juga kita lihat Airin juga mulai daftar ke PDI Banten ya.
Ini juga Golkar gimana tuh Bro? Kelihatannya dalam perlindungan Raja Jawa ya. Sekarang katanya gue denger cukup marah juga masyarakat sama Golkar itu kemarin.
Karena mungkin Golkar kan dianggap jadi kendaraan baru Jokowi habis selesai menjabat presiden nggak sih Bang?
Ya bisa jadi begitu ya, katanya dia adem di bawah beringin tuh, slow, adem, betah gitu. Dulu waktu di PDI, dia bilang Bu Mega karismatik, cantik sekali. Modelannya Pak Jokowi itu begitu tuh. Di PDI ngomong gitu, di Golkar ngomong gitu. Ya gitulah. Tipikal.
Tadi nyinggung PDI, menurut Bang Hensat sekarang lebih butuh Anies ke PDI daripada sebaliknya?
Ya Anies lah. Kecuali dia emang ya pura-puranya nggak pengen maju gitu. Terserah PDI ajalah, saya kalau nggak dicalonin juga nggak apa-apa. Tapi terus dia nungguin, lo tau nggak kayak ada cewek lagi nungguin WhatsApp dari cowoknya tuh kan. Mungkin Mas Anies begitu juga. Kalau menurut gua udahlah.
Apa sih yang menghalangi Anies Bang untuk jadi kader partai?
Ya mungkin Anies punya pertimbangan tersendiri ya. Kalau gua sih tergantung keinginan dia. Tapi gini loh, PDI itu bukan partai yang jelek kok. PDI itu okelah menurut saya. Dia kalau mau masuk ya masuk aja, yang penting jadi gubernur dulu.
Kan kalau Anies maju, bagus juga buat Dharma Pongrekun, buat Ridwan Kamil, jadi dapat lawan. Buat warga Jakarta jadi enak juga. Kan Ridwan Kamil 18 persen elektabilitasnya ya, Dharma mungkin di bawah 1 persen. Ya masak warga Jakarta mesti milih orangnya itu-itu aja kan? Kalau ada satu lagi kan lebih keren juga, lebih enak milihnya.
Mas Puthut Mojok sempat komentar, kalau dulu elite-elite mau selamat itu dekat-dekat Jokowi, sekarang mending jauh-jauh. Ini penafsirannya Mas Puthut. Kalau Bang Hensat?
Kalau saya jauh dekat sama ajalah. Tapi yang gua lihat ya, orang-orang yang menjauh dari Jokowi tuh sekarang lebih waras aja. Bu Mega salah satunya, itu kan jadi waras. Dulu tuh apa-apa wow Jokowi itu begini, sekarang nggak gitu. Waras tuh artinya sehat ya. Mungkin kan Pak Jokowi istilahnya kerja, kerja, kerja. Setelah menjauh dari Pak Jokowi, mungkin lebih banyak istirahatnya, jadi lebih sehat.
Menurut Bang Hensat, di akhir masa Jokowi, beliau semakin melemah apa semakin menguat?
Makin dihormati lah. Jadi rakyat Indonesia itu punya kebiasaan selalu menghormati presidennya. Dari jaman Sukarno selesai juga selalu dihormati. Jadi nggak usah takut loh Pak Jokowi, pasti setelah Anda tidak lagi menjadi presiden, rakyat Indonesia tetap menghormati.
Karena mungkin Pak Jokowi khawatir, jangan-jangan nanti setelah saya tidak lagi jadi presiden, penilaian rakyat Indonesia berbeda. Nggak perlu begitu. Bahkan gue yakin misalnya Pak Jokowi selesai nih, terus kembali ke bisnis kayu, bisnis furniturenya, itu pasti harganya lebih mahal.
Coba aja tuh lukisannya SBY, itu harganya lebih mahal, karena ini lukisan presiden kan. Sama nih, ntar juga Pak Jokowi misalnya bikin meja, walaupun dia cuma masang paku sekali, tapi bisa dibilang oh ini bikinan presiden, pasti harganya mahal.
Kalau parpol sekarang, kok banyak gejala perpecahan ya?
Ya sekarang tuh lo ngomong pecah-pecah emang lagi deg-degan. Sejak Menkumham di-reshuffle, udah mulai banyak yang degdegan. Misalnya kayak PKB ini kan mau muktamar, katanya ada muktamar tandingan. Kemarin juga Airlangga kelihatannya menyerahkan Golkar.
Jadi tuh memang waktu reshuffle kemarin itu yang paling kita lihat tuh Menkumham. Kenapa Menkumhamnya diganti tiba-tiba? Kan desas-desusnya dimarahin tuh Pak Yasonna gara-gara mengesahkan kepengurusan PDI yang diisi striker-striker tuh, Ganjar, Ahok, Adian.
Nah itu Pak Jokowi katanya ngomel, terus kemudian diganti. Terus katanya, Menkumham Andi Supratman itu langsung dipanggil ketemu Pak Jokowi, tiba-tiba baleg rapat panja, terus paripurna.
Ini menarik juga paripurna, itu mungkin perlawanan dari anggota DPR yang lain terhadap isu MK ini. Kemarin waktu Gibran aman-aman aja, sekarang begitu Kaesang nggak boleh terus bikin kasak-kusuk. Itu kelihatannya ada perlawanan. Mungkin ketua-ketua parpol juga memberikan instruksi sendiri-sendiri buat anggotanya untuk nggak datang.
Karena bayangin aja, dari 575 anggota, cuma 82 yang datang, dikit banget tuh. Kalau alasan kesiangan, masak iya banyak banget kan. Tapi itu bagusnya. Jadi saya bangga tuh sama anggota dewan yang nggak datang, karena lebih mendengarkan aspirasi rakyat mereka tuh.
Jadi menurut Bang Hensat banyak juga perlawanan anggota dewan yang nggak hadir ke rapat karena menolak sikap itu ya?
Iya, menolak revisi UU Pilkada.
Masih soal manuver parpol, itu juga kenapa alasannya PKB gabung ke KIM Bang? Karena lagi berhadapan dengan PBNU?
Menurut gua sih sekarang yang dilakukan oleh banyak parpol itu menyelamatkan partainya dulu aja, jadi ya melipir pelan-pelan lah dengan cara mendekat ke yang berkuasa sekarang. Dan kemudian dalam tubuh PKB sendiri kan banyak orang NU juga, yang pasti juga akan menjaga marwah PKB tetap seperti sekarang ini.
Menurut gue sih, PKB di era Cak Imin tuh luar biasa kok. Dia jadi partai Islam terbesar di Indonesia sekarang, kalau nggak salah sekarang peringkat keempat tuh. Sebelumnya peringkat kelima kan. Jadi emang partainya besar dan suaranya naik terus.
Kontras sekali dengan PPP ya?
Yang mana? Oh yang nggak lolos. Itu sebetulnya partai lama, partainya guru ngaji gua juga tuh. Dulu kan pilihannya cuma Golkar, PDIP, sama PPP kan. Guru ngaji gua pilih PPP waktu itu. Jadi sayang juga tuh kalau mereka nggak lolos. Ya walaupun di DPRD banyak calon yang lolos.
Ya mudah-mudahan nanti bisa naik lagi ya di 2029. Siapa calon ketuanya ya? Kan itu ada Romahurmuziy, ada Mardiono, Suharso Monoarfa, terus ada Sandiaga Uno.
Sandi apa masih bakal bertahan di PPP Bang?
Dia mau ke mana lagi? Ke Prabowo juga susah tuh. Ngapain lo balik lagi. Saya denger-denger dia mau maju jadi Gubernur Jakarta juga tuh dari PPP. Sebetulnya kalau dia mau maju sih oke juga tuh. Maksudnya kalau dia sama seperti Anies, kalau dia mau berkomunikasi dengan PDI Perjuangan, pasti ada jalan.
Yang gue lihat sudah pasti diajukan oleh PDI Perjuangan ini menurut gue prediksinya itu Rano Karno, tapi posisi wakil. Keliatannya siapa pun gubernur, wakilnya dia tuh. Mau Anies, mau Ahok, atau mau Sandi, atau mau Andika, itu keliatannya wakilnya Rano Karno.
Berarti kita tinggal tunggu tanggal 27 Agustus nanti ya?
Tanggal 29 sih. Kelihatannya itu yang seru kan 29. Ada beberapa yang akan daftar 27. Jawa Barat juga Dedy Mulyadi keliatannya juga 27. Banyak yang sudah firm itu 27. Kabupaten/kota banyak yang 28, tapi kalau Jakarta mungkin 29, kayak waktu 2017 kan memang di ujung-ujung tuh pendaftarannya.
Entar juga kelihatannya di tanggal 29 Agustus ini banyak kans. Jadi masih ada kans buat Mas Anies rayu-rayu Bu Mega, Mas Sandi rayu-rayu Bu Mega. Pokoknya mau jadi wagub, rayu Bu Mega deh.
Yang nggak berani rayu Bu Mega tuh Kaesang menurut gua. Ya semoga Mas Kaesang ke depan lebih baik. Terus istrinya kan lagi hamil, semoga sehat terus kehamilannya. Kalau nggak bisa maju gubernur, masih bisa maju wali kota.