ERA.id - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tinggal sebentar lagi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan pendaftaran calon kepala daerah pada 27-29 Agustus 2024. Menjelang masa pendaftaran, muncul gelombang besar perlawanan dari banyak elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, akademisi, buruh, hingga publik figur. Mereka turun ke jalan menolak penyelenggaraan pilkada asal-asalan demi kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tagar #KawalPutusanMK menggema di mana-mana, mulai dari media sosial hingga meluber ke jalan-jalan. Nama putra Jokowi, Kaesang Pangarep juga ikut terseret. Sebab, ia menjadi salah satu yang bakal diuntungkan dari manuver politik anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menggagalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mengapa demikian?
Awalnya, menurut Undang-Undang (UU) Pilkada, persyaratan batas usia paling rendah calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e. Kemudian, dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020, ditetapkan bahwa batas usia 30 tahun “terhitung sejak penetapan pasangan calon”.
Namun, aturan tersebut diubah oleh Mahkamah Agung (MA) lewat Putusan Nomor 23 P/HUM/2024. Dalam putusannya, MA menetapkan batas usia tersebut dihitung saat calon dilantik sebagai kepala daerah definitif.
Akhirnya, KPU mengakomodasi putusan MA dan menerbitkan PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Beleid yang dipublikasikan di laman resmi KPU secara resmi mengatur batas usia minimal untuk calon kepala daerah pada Pilkada 2024 dihitung saat pelantikan dilakukan, bukan saat penetapan calon.
Apa pengaruh putusan tersebut terhadap Kaesang? Seperti diketahui, putra bungsu Jokowi itu lahir pada 25 Desember 1994. Tahun ini, usianya baru genap 30 akhir tahun nanti. Sedangkan penetapan calon kepala daerah bakal berlangsung pada 22 September. Saat itu, usia Kaesang baru 29 tahun. Jika mengikuti PKPU yang lama, ia tak bisa mendaftarkan diri dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) 2024.
Sementara berdasarkan PKPU terbaru yang mengikuti putusan MA, suami Erina Gudono itu bisa mendaftar karena pelantikan kepala daerah baru akan dilaksanakan tahun depan. Ia pun dipersiapkan maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Tengah oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).
“Kita akan mengusung Pak Ahmad Luthfi dan Mas Kaesang (dalam Pilkada Jateng 2024)," ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Sayangnya, tak lama kemudian, Kaesang dan para pendukungnya harus gigit jari. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan persyaratan usia minimum calon kepala daerah harus terpenuhi pada saat mendaftar. Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 (Putusan MK Nomor 70).
“Persyaratan usia minimum harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon. Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Saldi menegaskan semua yang menyangkut persyaratan harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon karena berada dalam satu kelindan. Artinya, tahapan-tahapan berikutnya, seperti pemungutan suara; penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara; serta penetapan calon terpilih bukan merupakan tahapan yang dapat dijadikan sebagai batas untuk menilai dan menetapkan keterpenuhan syarat calon kepala.
Dalam tataran praktik, pilkada-pilkada sebelumnya juga mengharuskan persyaratan calon kepala daerah terpenuhi saat pendaftaran.
“Artinya, segala persyaratan yang harus dipenuhi pada tahapan pencalonan harus tuntas ketika ditetapkan sebagai calon dan harus selesai sebelum penyelenggaraan tahapan pemilihan berikutnya,” kata Saldi.
Putusan MK Nomor 70 itu otomatis menganulir putusan MA sebelumnya dan juga PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Sehingga jalan Kaesang untuk maju dalam Pilkada Jawa Tengah 2024 tertutup. Sebab ia belum cukup umur dan memenuhi syarat calon gubernur pada saat pendaftaran berlangsung (27-29 Agustus 2024).
Namun, drama belum kelar sampai di situ. Tembok besar yang menghalangi ambisi Sang Anak Presiden berusaha digedor lewat tangan-tangan anggota DPR RI. Langkah taktis untuk menggagalkan putusan MK mendadak digelar dengan terburu-buru. Dan hingga hari ini, Jumat (23/8/2024), rakyat masih terus menggugat. Bagaimana kisahnya?
Buru-buru revisi undang-undang dan bangkitnya perlawanan
Sehari setelah Putusan MK Nomor 70 keluar, Badan Legislatif (Baleg) DPR RI segera menggelar rapat panitia kerja (panja) untuk membahas revisi UU Pilkada, Rabu (21/8/2024). Salah satu yang dibahas adalah perihal persyaratan batas usia minimum calon kepala daerah. Mereka sepakat menggunakan putusan MA sebagai dasar revisi, bukan putusan MK terbaru.
"Tidak ada kewenangan-kewenangan MK menegasikan keputusan MA. Jadi keputusan MA tetap mengikat," kata Anggota Fraksi Gerindra, Habiburokhman.
Akhirnya, disepakati bahwa syarat batas usia minimum calon kepala daerah dihitung saat pelantikan, bukan saat penetapan calon. Revisi UU Pilkada dibahas secepat kilat dalam kurun waktu tujuh jam oleh Baleg DPR.
Habiburokhman bilang kesepakatan atas revisi UU Pilkada ini merupakan angin segar bagi demokrasi. "Keputusan hari ini bagaikan angin segar demokrasi yang berhembus dari Gedung DPR. Proses penyusunan hingga pengesahan berlangsung dengan memenuhi prinsip-prinsip demokrasi, mendengar semua pihak yang berkepentingan," ujarnya dalam rapat.
Setelah itu, Partai Buruh menyebarkan undangan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR pada Kamis (22/8/2024) dan di depan Kantor KPU pada Jumat (23/8/2024). Mereka menuntut dua hal. Pertama, mendesak DPR untuk tidak melanggar putusan MK. Kedua, mendesak KPU segera mengeluarkan PKPU sesuai putusan MK sebelum masa pendaftaran calon kepala daerah.
Keesokan harinya, Kamis (22/8/2024), DPR menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada. Rapat dimulai pukul 10.00 WIB. Pada saat bersamaan, massa bergerak menggeruduk Gedung DPR. Mula-mula dari kelompok buruh, lalu mahasiswa dan golongan lain bergabung beriringan.
Sementara itu, dalam ruang rapat, hanya 89 anggota DPR yang hadir dari 575 anggota. Karena kuorum tak terpenuhi, rapat paripurna terpaksa ditunda.
"89 hadir, izin 87 orang, oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat bamus (badan musyawarah) untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di ruang rapat paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pagi itu, Dasco belum bisa memastikan kapan DPR akan mengesahkan revisi UU Pilkada. Sebab mereka harus mengadakan rapat pimpinan (rapim) dan bamus untuk menjadwalkan ulang rapat paripurna.
"Saya belum bisa ngomong bagaimana nanti. Yang pasti hari ini ditunda karena memang enggak kuorum," kata Dasco. Dengan bertele-tele ia menjelaskan putusan MK akan berlaku seandainya saat pendaftaran calon kepala daerah, DPR belum mengesahkan UU Pilkada yang baru.
"Kalau seandainya dalam waktu pendaftaran itu undang-undang yang baru belum (disahkan), ya berarti kan kita ikut keputusan yang terakhir, keputusan dari Mahkamah Konstitusi," ucapnya.
Pada hari yang sama, di Gedung MK juga diadakan aksi unjuk rasa oleh forum guru besar, akademisi, pakar hukum tata negara, mahasiswa, dan aktivis 1998. Dalam konferensi pers, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyinggung DPR yang seenaknya memakai putusan MA sebagai dasar revisi UU Pilkada.
Ia menjelaskan bahwa MA menguji PKPU dengan UU Pilkada, sedangkan MK menguji UU Pilkada dengan UUD 1945. Sementara urutan peraturan perundang-undangan dari derajat paling atas ke bawah adalah UUD, UU, baru Peraturan Pelaksana UU. Sehingga dalam hal ini, putusan MK lebih kuat dari putusan MA.
"Itu kan yang diuji (di MA) PKPU. Kita melihat derajatnya. Mestinya kalau undang-undangnya berubah, atau undang-undangnya sudah dilengkapi dengan putusan MK, tentu peraturan pelaksana undang-undang itu juga harus menyesuaikan," ujar Fajar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman yang berusaha menenangkan massa aksi di gerbang depan dilempari botol. Hari semakin sore, massa semakin bertambah memadati sekitar Gedung DPR. Mahasiswa dari luar kota seperti Bandung dan Bogor mulai berdatangan. Pelajar-pelajar SMP-SMA yang baru pulang sekolah juga ikut bergabung. Bahkan pekerja-pekerja kantoran di SCBD ikut meramaikan demo.
Gerbang Gedung DPR depan-belakang ambruk dijebol massa. Namun, di sisi belakang, para mahasiswa Trisakti yang berhasil menjatuhkan pagar tak merangsek lebih jauh ke area Kompleks Parlemen. Mereka hanya berorasi di atas pagar yang roboh tak berdaya. Menjaga diri agar aksi unjuk rasa tak bereskalasi menjadi kerusuhan dan jatuh korban.
Namun, segelintir provokator menyusup ke barisan di gerbang depan. Mereka memprovokasi massa agar menyerbu masuk ke halaman parlemen. Untungnya, hingga jelang waktu magrib, tak terjadi kericuhan berarti. Massa mundur teratur. Sebelum beberapa massa lain berdatangan membawa tongkat-tongkat bambu.
Setelah langit redup, situasi mulai tak kondusif. Aparat mulai represif dan menangkapi peserta aksi. Ambulans-ambulans yang disiapkan para relawan penuh dengan korban luka-luka.
Sementara itu, demonstrasi tak hanya berlangsung di Jakarta. Beberapa kota lain juga menggelar aksi, di antaranya Bandung; Yogyakarta; Surabaya; Malang; Semarang; Makassar; Banjarmasin; Samarinda; dan Medan.
Merespons berbagai tekanan masyarakat, akhirnya Dasco mengumumkan DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada. “Kalau revisi UU Pilkada batal, semua poin batal,” ungkapnya. Ia juga mengklaim tak akan ada rapat paripurna hingga pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada 27 Agustus.
“Enggak ada (rapat paripurna). Karena hari paripurna ‘kan Selasa dan Kamis. Selasa sudah pendaftaran. Masa kita paripurna ‘kan pada saart pendaftaran? Malah bikin chaos dong," ujarnya.
Meski begitu, politikus Gerindra itu masih memberikan pernyataan ambigu dengan mengatakan bahwa DPR menyerahkan keputusan selanjutnya kepada KPU. Menurutnya, persoalan terkait persyaratan batas usia calon kepala daerah hingga ambang batas pencalonan tergantung penafsiran KPU dalam PKPU, termasuk apakah mereka akan memakai putusan MK atau MA.
"Itu kan ada PKPU, PKPU-nya akan dikonsultasikan ke DPR, dan tentunya PKPU-nya itu akan dibuat oleh KPU. Mungkin bisa nanti diikuti ada rapat konsultasi antara KPU dan Komisi II DPR," kata Dasco.
Rencananya, rapat konsultasi tersebut bakal dilaksanakan Senin (26/8/2024) depan.
Menanti janji manis KPU
Hari ini, Jumat (23/8/2024), KPU memastikan bahwa putusan MK akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024. Aturan ini bakal tertuang dalam surat edaran yang segera diterbitkan KPU ke seluruh jajaran KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
"KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota akan melaksanakan tahapan pengumuman pendaftaran pasangan calon pada tanggal 24-26 Agustus 2024 yang substansinya pengumuman tersebut memperhatikan putusan MK," kata Ketua KPU Mochammad Afifuddin di kantornya, Jakarta, Jumat (23/8/2024).
Afif mengatakan pihaknya telah melakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut, yakni dengan mengubah beberapa pasal yang tercantum dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 sesuai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Terhadap perubahan PKPU 8/2024, secara substansi dalam menindaklanjuti putusan MK Nomor 60/PU-XXII/2024, KPU akan mengubah ketentuan Pasal 11,” ujarnya.
Kemudian, sambung dia, menindaklanjuti putusan MK Nomor 70/PU-XXII/2024, KPU akan mengubah ketentuan dalam Pasal 15 beserta formulir pernyataan calon yang termuat dalam lampiran 8. Yang pada pokoknya batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak penetapan calon.
"KPU RI mengupayakan agar perubahan PKPU 8/2024 dan pedoman teknis dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut terbit sebelum pendaftaran calon dengan tetap memperhatikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan," tegas dia.
Afif menyebut, pihaknya juga akan berkonsultasi dengan Komisi II DPR terkait perubahan ini dan membahas beberapa PKPU lainnya.
"Dan ini semua kita lakukan sebagaimana aturan yang berlaku. Semoga ini bisa dipahami dan bisa dijadikan penguatan bagi kita semua untuk lebih memastikan bahwa KPU menindaklanjuti putusan MK dalam memedomani pengaturan pendaftaran calon kepala daerah yang akan dimulai pada tanggal 27-29 Agustus," sambungnya.