Tiga Poin Pesan Natal Uskup Agung
Jakarta, era.id - Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo menyampaikan pesan Natal 2017. Dalam pesannya, Ignatius yang mewakili Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWGI) menyinggung tiga poin terkait berbagai isu besar nasional dan internasional.
Berikut intisari dari pesan natal Ignatius yang disampaikan di sela-sela Misa Natal di Gereja Katedral, Senin (25/12/2017).
1. Krisis Pengamalan Pancasila
Suharyo menyampaikan pandangan KWGI perihal Pancasila yang dipandang mulai luntur dari falsafah hidup kebanyakan masyarakat Indonesia. Dia bahkan mengaku khawatir dengan nilai-nilai Pancasila yang mulai terpinggirkan dari koridor kebangsaan yang selama ini dianut rakyat Indonesia.
Maraknya kasus korupsi, dikatakan Suharyo sebagai contoh nyata pudarnya kesaktian Pancasila yang sejatinya begitu agung. Banyaknya anggota DPR yang terlibat kasus rasuah menjadi indikasi bagaimana masyarakat Indonesia tidak lagi melihat Pancasila sebagai pedoman hidup yang wajib diamalkan.
"Ambil saja contoh sila kelima yang isinya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Coba ada berapa anggota DPR yang ditangkap KPK?," ucap Suharyo.
Suharyo mengatakan, perilaku korupsi merupakan salah satu sumber dari kesengsaraan rakyat. Padahal, dalam sila kelima, konstitusi memerintahkan agar negara memenuhi asas 'Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia'.
Menurut Suharyo, pemerintah sejatinya telah menyadari berbagai perilaku kontra Pancasila yang belakangan ini terjadi. Hal itu terbukti dari pembentukan Unit Kerja Presiden (UKP) yang bertugas mengawal berbagai aspek kinerja pemerintahan agar sesuai dengan koridor Pancasila.
Selain korupsi, berbagai konflik horizontal kerap mewarnai kehidupan berbangsa dalam beberapa tahun belakangan. Sebut saja gesekan-gesekan antar golongan yang dikhawatirkan berbagai pihak sebagai ancaman terhadap kebhinnekaan bangsa. Keuskupan sepakat, hal ini harus menjadi perhatian, terlebih Indonesia akan memasuki tahun politik pada 2018 mendatang.
2. Kondisi Politik Nasional
Memasuki tahun politik 2018 hingga 2019, berbagai dinamika mulai mewarnai kehidupan masyarakat. Di kalangan penguasa, senggolan kepentingan terasa semakin keras.
Suharyo meminta semua pihak, terutama para pemangku kepentingan untuk mengedepankan penghargaan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan yang bermartabat, perjuangan terhadap kepentingan umum hingga solidaritas antar seluruh elemen masyarakat.
"Itu saja yang selalu dipegang sebagai jurus dasar yang nanti akan ditaruh ke dalam etika politik," katanya.
Selain itu, Suharyo menjelaskan, Keuskupan telah merumuskan tiga pilar peradaban publik penting yang harus menjadi dasar keberlangsungan negara, yakni negara, bisnis dan masyarakat.
Negara sebagai pilar pertama bertanggung jawab memastikan seluruh proses politik di eksekutif, legislatif ataupun yudikatif dilaksanakan demi kepentingan masyarakat luas.
Terkait pilar kedua, dalam seluruh kegiatan usaha, investasi dan berbagai upaya pemutaran roda ekonomi bangsa, pemerintah harus memastikan bahwa ketiga hal tersebut didasari pada asas keadilan sosial. Tak boleh lagi ada mafia ataupun penjahat yang bermain dalam ranah ini.
Pilar ketiga, terkait masyarakat, Suharyo menuturkan, bahwa masyarakat sebagai golongan terbesar dalam ekosistem bernegara harus sadar akan peran pentingnya dalam pembangunan bangsa. Masyarakat dituntut mampu menjalani hidup sesuai dengan dasar sosial yang telah ditetapkan dan disepakati.
3. Klaim Donald Trump Soal Yerusalem
Selain isu dalam negeri, Keuskupan juga menyoroti isu internasional terkait keputusan politik Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sikap Keuskupan, dikatakan Ignatius jelas, menentang klaim sepihak Negeri Paman Sam.
Beberapa waktu lalu, Keuskupan bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah membuat pernyataan bersama. Mereka sepakat, setiap negara yang tergabung sebagai anggota PBB wajib mematuhi resolusi yang disepakati.
Sebagai umat Katolik, Keuskupan akan mengikuti segala sikap yang diambil oleh pimpinan Vatikan, Paus Fransiskus yang juga telah menyatakan secara eksplisit mengakui keberadaan Palestina.
Selain itu, sebagai warga negara, Keuskupan sepakat untuk mengikuti segala sikap politik yang diambil Indonesia dalam persoalan ini. Artinya, sesuai dengan sikap politik Indonesia yang menolak klaim Trump, maka Keuskupan dengan tegas menolak keputusan Trump.
Berikut intisari dari pesan natal Ignatius yang disampaikan di sela-sela Misa Natal di Gereja Katedral, Senin (25/12/2017).
1. Krisis Pengamalan Pancasila
Suharyo menyampaikan pandangan KWGI perihal Pancasila yang dipandang mulai luntur dari falsafah hidup kebanyakan masyarakat Indonesia. Dia bahkan mengaku khawatir dengan nilai-nilai Pancasila yang mulai terpinggirkan dari koridor kebangsaan yang selama ini dianut rakyat Indonesia.
Maraknya kasus korupsi, dikatakan Suharyo sebagai contoh nyata pudarnya kesaktian Pancasila yang sejatinya begitu agung. Banyaknya anggota DPR yang terlibat kasus rasuah menjadi indikasi bagaimana masyarakat Indonesia tidak lagi melihat Pancasila sebagai pedoman hidup yang wajib diamalkan.
"Ambil saja contoh sila kelima yang isinya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Coba ada berapa anggota DPR yang ditangkap KPK?," ucap Suharyo.
Suharyo mengatakan, perilaku korupsi merupakan salah satu sumber dari kesengsaraan rakyat. Padahal, dalam sila kelima, konstitusi memerintahkan agar negara memenuhi asas 'Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia'.
Menurut Suharyo, pemerintah sejatinya telah menyadari berbagai perilaku kontra Pancasila yang belakangan ini terjadi. Hal itu terbukti dari pembentukan Unit Kerja Presiden (UKP) yang bertugas mengawal berbagai aspek kinerja pemerintahan agar sesuai dengan koridor Pancasila.
Selain korupsi, berbagai konflik horizontal kerap mewarnai kehidupan berbangsa dalam beberapa tahun belakangan. Sebut saja gesekan-gesekan antar golongan yang dikhawatirkan berbagai pihak sebagai ancaman terhadap kebhinnekaan bangsa. Keuskupan sepakat, hal ini harus menjadi perhatian, terlebih Indonesia akan memasuki tahun politik pada 2018 mendatang.
2. Kondisi Politik Nasional
Memasuki tahun politik 2018 hingga 2019, berbagai dinamika mulai mewarnai kehidupan masyarakat. Di kalangan penguasa, senggolan kepentingan terasa semakin keras.
Suharyo meminta semua pihak, terutama para pemangku kepentingan untuk mengedepankan penghargaan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan yang bermartabat, perjuangan terhadap kepentingan umum hingga solidaritas antar seluruh elemen masyarakat.
"Itu saja yang selalu dipegang sebagai jurus dasar yang nanti akan ditaruh ke dalam etika politik," katanya.
Selain itu, Suharyo menjelaskan, Keuskupan telah merumuskan tiga pilar peradaban publik penting yang harus menjadi dasar keberlangsungan negara, yakni negara, bisnis dan masyarakat.
Negara sebagai pilar pertama bertanggung jawab memastikan seluruh proses politik di eksekutif, legislatif ataupun yudikatif dilaksanakan demi kepentingan masyarakat luas.
Terkait pilar kedua, dalam seluruh kegiatan usaha, investasi dan berbagai upaya pemutaran roda ekonomi bangsa, pemerintah harus memastikan bahwa ketiga hal tersebut didasari pada asas keadilan sosial. Tak boleh lagi ada mafia ataupun penjahat yang bermain dalam ranah ini.
Pilar ketiga, terkait masyarakat, Suharyo menuturkan, bahwa masyarakat sebagai golongan terbesar dalam ekosistem bernegara harus sadar akan peran pentingnya dalam pembangunan bangsa. Masyarakat dituntut mampu menjalani hidup sesuai dengan dasar sosial yang telah ditetapkan dan disepakati.
3. Klaim Donald Trump Soal Yerusalem
Selain isu dalam negeri, Keuskupan juga menyoroti isu internasional terkait keputusan politik Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sikap Keuskupan, dikatakan Ignatius jelas, menentang klaim sepihak Negeri Paman Sam.
Beberapa waktu lalu, Keuskupan bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah membuat pernyataan bersama. Mereka sepakat, setiap negara yang tergabung sebagai anggota PBB wajib mematuhi resolusi yang disepakati.
Sebagai umat Katolik, Keuskupan akan mengikuti segala sikap yang diambil oleh pimpinan Vatikan, Paus Fransiskus yang juga telah menyatakan secara eksplisit mengakui keberadaan Palestina.
Selain itu, sebagai warga negara, Keuskupan sepakat untuk mengikuti segala sikap politik yang diambil Indonesia dalam persoalan ini. Artinya, sesuai dengan sikap politik Indonesia yang menolak klaim Trump, maka Keuskupan dengan tegas menolak keputusan Trump.