Jadi Saksi di Persidangan Harvey Moeis, Sandra Dewi Akui Tak Pernah Ikut Campur Pembelian Berbagai Mobil Mewah
ERA.id - Selebritas sekaligus istri terdakwa Harvey Moeis, Sandra Dewi, mengaku tidak pernah ikut campur dalam pembelian berbagai mobil mewah milik suaminya yang disita penyidik Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi timah pada tahun 2015–2022.
Dalam surat dakwaan, Harvey diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang hasil korupsi timah, antara lain untuk membeli sejumlah mobil mewah.
"Untuk pembelian mobil yang membeli suami. Uangnya itu uang dia, saya tidak tahu," kata Sandra dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (21/10/2024).
Kendati demikian, Sandra mengatakan salah satu unit mobil mewah milik suaminya, yakni Mini Cooper yang disita penyidik memiliki nomor pelat khusus dengan inisial Sandra, yakni 883-SDW.
Selain Mini Cooper, terdapat pula sejumlah mobil mewah yang diklarifikasi jaksa penuntut umum Kejagung kepada Sandra dan Harvey, yaitu Toyota Alphard Vellfire, Rolls Royce, Porsche, hingga Ferrari.
Pada kesempatan sama, Harvey Moeis mengaku membeli sendiri berbagai mobil mewah itu.
"Saya yang beli," ujar Harvey.
Sandra Dewi kembali dihadirkan majelis hakim untuk mengonfirmasi TPPU yang didakwakan kepada Harvey Moeis dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015–2022.
Sebelumnya pada Kamis (10/10), Sandra Dewi telah dihadirkan sebagai saksi dalam sidang pemeriksaan.
Kasus dugaan korupsi timah antara lain menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dan Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sebagai terdakwa.
Dalam kasus tersebut, Harvey Moeis didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun itu.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. TPPU dilakukan Harvey dengan menggunakan sebagian uang biaya pengamanan peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton dari empat smelter swasta untuk kepentingan pribadinya.
Keempat smelter dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Biaya pengamanan dari keempat smelter seolah-olah dicatat sebagai biaya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari masing-masing perusahaan yang dikelola oleh Harvey atas nama PT RBT.
Uang yang sudah diterima oleh Harvey sebagian diserahkan kepada Suparta untuk operasional perusahaan dan sebagian lainnya digunakan oleh Harvey untuk kepentingan pribadi.
Kepentingan pribadi dimaksud, di antaranya guna membeli tanah, rumah mewah di beberapa lokasi, mobil mewah dengan nama orang lain atau perusahaan orang lain, membayar sewa rumah di Australia, hingga membelikan 88 tas mewah dan 141 perhiasan mewah untuk sang istri.
Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Ant)